Pelajaran Agama Kristen Kelas 9: Membangun Perdamaian, Merajut Toleransi (Bab 10)
Membangun Perdamaian, Merajut Toleransi
Bahan Alkitab: Mazmur 133:1-3; Kisah Para Rasul 10:1- 48
A. Pengantar
Pertanyaan utama yang sering kita dengar selama ini adalah betulkah agama
mempunyai peranan untuk memperdamaikan dan mengembangkan toleransi? Bukankah
realitas sehari-hari yang terlihat adalah gejala ketidakharmonisan dan sikap
intoleran? Bukankah seringkali agama justru menunjukkan wajahnya yang kejam
dan sikap intoleran? Bahkan di dalam sebuah agama juga sering terjadi suasana
yang tidak damai dan intoleran. Dalam sejarah dapat ditemukan banyak bukti
bahwa agama sering menjadi penyebab suatu peperangan, dengan korban yang cukup
banyak. Bab ini akan memaparkan realitas ketidakdamaian dan sikap intoleransi,
selanjutnya belajar dari Alkitab mengenai keadaan tersebut. Kemudian akan
diupayakan mencari dan mengembangkan solusi agar remaja dapat mengembangkan
perdamaian dan sikap toleransi.
B. Agama adalah Anugerah Tuhan
Agama pada dasarnya adalah respons manusia terhadap anugerah Tuhan. Iman
Kristen mengajarkan bahwa Allah telah bekerja di dalam hidup kita dengan
mengaruniakan keselamatan dan damai sejahtera melalui karya Yesus Kristus.
Karena itulah, kita pun terpanggil untuk menghadirkan kesejahteraan bagi
sesama kita. Baik atau buruk pengaruh agama dalam masyarakat tergantung dari
bagaimana cara manusia menanggapi anugerah Tuhan tersebut. Oleh karena itu,
sebagai bentuk ucapan syukur atas anugerah Allah maka manusia harus
melaksanakan ajaran agama yang menghadirkan cinta kasih Tuhan dalam relasi
dengan Tuhan dan sesama.
Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta, yang berasal dari akar kata a
yang berarti “tidak” dan gama yang berarti “bercampur” atau “kacau”. Jadi,
agama artinya tidak kacau atau teratur. Maksudnya, agama adalah peraturan yang
dapat membebaskan manusia dari kekacauan yang dihadapi dalam hidupnya. Kata
“agama” dalam bahasa Inggris yaitu religion, berasal dari bahasa Latin
religare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya, setiap orang yang
bereligi atau beragama adalah orang yang senantiasa merasa terikat dengan
sesuatu yang dianggap suci, dan karena itu seyogyanya senantiasa bersikap
hati-hati dengan sesuatu yang dianggap suci.
Dalam mewujudkan perdamaian antarumat beragama, pluralisme atau kemajemukan
harus dipahami sebagai semangat untuk menghargai keyakinan agama sendiri dan
sejalan dengan itu menghormati keyakinan agama lain. Penganut agama lain tidak
dilihat sebagai musuh, lawan atau saingan. Sebaliknya, mereka adalah teman
sekerja, saudara, sesama yang memiliki tujuan yang sama, yakni kesejahteraan
manusia dan alam ciptaan Allah.
Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat
dan memelihara eksistensi suatu masyarakat yang damai, pada saat yang sama
agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan,
memecah-belah bahkan menghancurkan perdamaian suatu masyarakat. Hal ini
merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok
pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan
keberadaan pemeluk agama lain.
Terdapat dua bentuk konflik yang bersumber pada agama yaitu:
- Perbedaan doktrin dan sikap mental yang memandang bahwa hanya agama yang dianutnyalah yang memiliki kebenaran (claim of truth) sedangkan yang lain sesat, atau setidaknya kurang sempurna. Klaim kebenaran inilah yang menjadi sumber konflik yang berlatar belakang agama.
- Masalah mayoritas dan minoritas kelompok agama. Dalam suatu masyarakat yang majemuk atau plural, masalah mayoritas dan minoritas sering kali menjadi faktor penyebab munculnya konflik sosial. Mayoritas sering menindas atau menekan minoritas dalam hal menjalankan ibadah masing-masing.
Bagi umat Kristen, perdamaian adalah panggilan iman. Perdamaian yang
dikehendaki adalah:
a. Perdamaian yang otentik dan dinamis. Artinya, perdamaian yang kita usahakan
dan kembangkan bukanlah sekadar “asal damai”, melainkan damai yang benar-benar
keluar dari hati yang tulus dan murni.
b. Ada kaitan antara perdamaian dan kebebasan. Artinya, perdamaian harus
terpancar dalam kebebasan, bukan perdamaian yang dipaksakan dan justru
melumpuhkan dan mematikan kebebasan.
Perpaduan antara kedua hal ini disebut tanggung jawab. Kebebasan beragama
tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan apa saja, melainkan harus
dilakukan dengan bertanggung jawab. Salah satu tujuan tanggung jawab itu
adalah menjaga dan memelihara kesejahteraan hidup bersama sebagai tugas dan
tanggung jawab semua umat beragama.
Agama pada dasarnya bertujuan untuk menghadirkan damai dan sejahtera bagi
hidup manusia. Dalam kekristenan kita beriman kepada Allah karena karya
pendamaian-Nya melalui Yesus Kristus, yang seharusnya mendorong kita untuk
terus-menerus membangun perdamaian dengan sesama kita. Orang Kristen harus
sadar bahwa ketika hubungan damai dengan Allah (secara vertikal) dibangun,
maka pada saat yang sama seharusnya hubungan damai dengan sesama (secara
horisontal) juga dikembangkan.
C. Perdamaian dalam Perspektif Alkitab dan Teologis
Alkitab memberi kesaksian bahwa sejak awal penciptaan dunia, Tuhan telah
mempunyai rencana yang indah bagi ciptaan-Nya. Taman Firdaus merupakan taman
yang asri dan damai bagi manusia pertama, Adam dan Hawa. Mereka berdua
dipanggil untuk saling mengasihi antarsesama dan mengasihi Tuhan sebagai Sang
Pencipta. Manusia dipanggil untuk bertanggung jawab terhadap keutuhan ciptaan
Tuhan, agar dapat hidup penuh damai dan sejahtera. Terutama kitab Kejadian
1:26-28 mendeskripsikan bahwa manusia diciptakan menurut citra Tuhan supaya
mereka berkuasa atas flora, fauna bahkan seluruh ciptaan Allah. Artinya,
manusia diberikan tugas oleh Tuhan untuk memelihara dan bertanggung jawab atas
seluruh ciptaan-Nya. Citra manusia yang serupa dengan Allah tersebut perlu
dihargai dan dihormati oleh manusia. Mereka memiliki relasi yang damai, baik
dengan Tuhan sang Khalik maupun dengan sesamanya, bahkan dengan keseluruhan
alam ciptaan Tuhan.
Dalam teks-teks Alkitab pembahasan tentang perdamaian ditunjukkan oleh dua
kata yang sering muncul dalam kaitannya dengan pemahaman mengenai damai yaitu
syalom (dalam Perjanjian Lama), eirene dan soteria atau keselamatan (dalam
Perjanjian Baru). Ayat-ayat Alkitab menjelaskan bahwa kata damai dipakai dalam
kehidupan sehari-hari, terutama dalam hubungan antarmanusia. Damai dipakai
sebagai salam saat bertemu dan berpisah. Sebagai salam pertemuan atau
perjumpaan, yang memberi salam mengharapkan lawan bicara dalam keadaan sehat,
bahagia, senang, dan sentosa. Sementara itu, sebagai salam perpisahan, yang
memberi salam damai mengharapkan masing-masing di antara mereka tetap dalam
keadaan selamat setelah perjumpaan terjadi.
Mengingat kata damai tersebut memuat harapan untuk keselamatan, maka kata
tersebut juga menjadi semacam berkat yang diucapkan secara khusus di dalam
suatu perpisahan. Dalam hal ini, kata damai secara langsung maupun tidak
langsung dikaitkan dengan dimensi religius, karena kehadiran berkat tersebut
diimani hanya dapat terjadi karena pekerjaan Tuhan. Damai sebagai salam atau
salam berkat, khususnya dalam Perjanjian Lama, hanya terjadi dalam situasi
ketika orang taat kepada Tuhan. Di dalam Alkitab kata damai juga memiliki
konsep keutuhan, kesentosaan, dan kesejahteraan, baik berkaitan dengan aspek
personal maupun sosial.
Pertama, damai dalam perspektif pribadi, yaitu mencakup aspek fisik dan batin atau
dimensi keutuhan pribadi maupun martabat manusia.
Damai secara fisik diartikan apabila orang tidak berkekurangan, cukup
makanan dan ada tempat tinggal, dan tidak mengalami kesulitan untuk
hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan tubuh. Karena itu, orang-orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
kehidupan, adalah manusia yang tidak mengalami damai.
Kedua, damai berkaitan dengan lingkup sosial.
Di sini damai berarti adanya keutuhan sosial, kesejahteraan sosial ketika
masyarakat hidup dalam suasana yang aman dan damai. Dengan demikian damai berkaitan dengan relasi antarmanusia. Di sini juga
penting kita menghubungkan makna damai dengan keutuhan dalam masyarakat dengan
ide relasi antara penguasa dan warga masyarakat, atau antara pemimpin dan
rakyat atau yang dicirikan dengan relasi harmonis.
Tuhan Yesus menggunakan kata damai (eirene) sebagai salam perjumpaan dan salam perpisahan. Secara khusus, Tuhan Yesus
mengajarkan bahwa nilai tertinggi dari damai berkaitan erat dengan ajaran
sentral Tuhan Yesus tentang “Kerajaan Allah”. Secara sederhana dapat
digambarkan bahwa
Kerajaan Allah adalah suatu keadaan di mana Tuhan “hadir sebagai
Raja”. Jadi sangat berbeda dengan konsep kerajaan yang kita kenal yang lebih
bersifat teritorial dan berkaitan erat dengan kekuasaan.
Dalam konsep Kerajaan Allah, kekuasaan Allah melingkupi semua aspek kehidupan
manusia baik dalam hubungan antarmanusia, maupun hubungan dengan Tuhan bahkan
dengan alam semesta. Sebagaimana dinubuatkan oleh para nabi, di dalam Kerajaan
Allah akan ada kebenaran, kebebasan, kasih, rekonsiliasi, dan kedamaian yang
abadi. Aspek-aspek tersebut menjadi nilai-nilai yang perlu dikembangkan dalam
kehidupan kristiani. Kekuasaan Allah sebagai raja tersebut merupakan situasi
yang semestinya ada. Tanpa damai, Kerajaan Allah tidak dapat dihadirkan,
karena damai merupakan tanda hadirnya Kerajaan Allah.
Dalam Injil sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas) dapat dilihat bahwa Tuhan
Yesus sering berbicara mengenai Kerajaan Allah. Meskipun demikian, dia juga
sering mengganti Kerajaan Allah dengan istilah “Kerajaan Surga” (sampai 30
kali). Secara khusus Matius menyebut kata damai dalam khotbah Tuhan Yesus di
atas bukit: “Berbahagialah orang-orang yang membawa damai” (Mat. 5:9).
Dalam Khotbah di Bukit,
kata damai berkaitan dengan solidaritas bersama kaum miskin, tindakan etis
berlandaskan kasih Allah, dan pemahaman akan Allah yang sangat baik dan
berbelas kasih. Dalam kisah-kisah Injil, kita menemukan bahwa Tuhan Yesus sendirilah yang
menjadi pembawa damai, yang memperdamaikan relasi manusia yang rusak dengan
Allah dan relasi manusia dengan sesamanya.
Dapat pula kita telusuri bahwa para pengikut Kristus pada perkembangan gereja
awal memaknai kata damai dengan menghubungkannya pada Tuhan Yesus sendiri.
Salah satu tokoh penyebar kekristenan di Asia Kecil yang terkenal adalah Rasul
Paulus, yang tulisan-tulisannya selalu menghubungkan hampir semua topik
bahasan dengan pribadi Yesus yang adalah Kristus, termasuk pembahasannya
tentang damai. Dalam suratnya untuk Jemaat Roma, dia mengungkapkan bahwa
orang-orang yang mengalami damai adalah mereka yang hidup di dalam Kristus
(mis. Rm. 2:10; 3:17, 25; 5:1).
Kegiatan 2 : Mendalami Alkitab
Baca dan pahamilah teks dalam Mazmur 133!
Sebutkan dua gambaran berkat yang terdapat dalam teks ini apabila manusia
hidup dalam damai. Jelaskan maknanya!
D. Perdamaian Antar Umat Beragama
Kita harus mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki
kemajemukan agama. Karena itu pengajaran agama seharusnya disampaikan dengan
wawasan perdamaian. Di sinilah wawasan pluralism dapat menolong dan
mengarahkan kepada hadirnya perdamaian antaragama. Pluralisme harus dipahami
sebagai semangat dalam menghargai keyakinan agama sendiri dan sejalan dengan
itu menghormati keyakinan agama lain. Penganut agama lain tidak dilihat
sebagai musuh, lawan atau saingan. Sebaliknya, mereka adalah teman sekerja,
saudara, sesama yang memiliki tujuan yang sama, yakni kesejahteraan manusia
dan alam ciptaan Allah.
Kita harus mengakui bahwa sejarah masa lalu kita penuh dengan konflik antar
agama. Bahkan diberbagai tempat hal itu masih terjadi. Padahal konflik
antaragama menunjukkan kepada kita adanya pengingkaran atas nilai-nilai agama
terutama nilai kasih, persaudaraan, persatuan antarmanusia. Karena itulah,
seharusnya pembelajaran agama yang kita lakukan memberikan pendasaran dan
kekuatan rohani agar tercipta adanya integrasi maupun ikatan sosial.
Spiritualitas kristiani seharusnya memberikan pencerahan bagi tercapainya
perdamaian antaragama. Dengan demikian pembelajaran mengenai agama baik yang
kita pelajari sendiri maupun yang kita terima dari guru di sekolah dan di
gereja dapat kita gunakan untuk membuat referensi bagi perdamaian antar
agama.
Meskipun demikian, meredam atau menghentikan komflik saja belumlah cukup.
Masih ada satu langkah lagi yang penting, yaitu harus terjadi tahap
rekonsiliasi yakni tahap perdamaian antaragama. Sebab kalau terjadi saling
balas membalas, pasti masalah tidak akan selesai, bahkan akan menjadi lebih
parah. Namun, jika kita melakukan rekonsiliasi maka perdamaian akan dapat
diwujudkan. Ajaran penting di dalam kekristenan, sebagaimana yang dicontohkan
oleh Tuhan Yesus, mengampuni pihak lain.
Pada waktu kita mengampuni orang lain, sesungguhnya kita juga memberikan
“hadiah” kepada diri kita sendiri, karena kita telah terbebas dari rasa
dendam, permusuhan dan pasti merasa lebih damai. Di samping itu tentu saja
orang yang diberi pengampunan juga akan merasakan adanya suasana yang damai.
Mengampuni atau memaafkan orang lain bukanlah hanya sekadar bersabar serta
menahan diri karena tidak mempunyai kekuatan untuk membalas apa yang dilakukan
orang lain. Lebih dari itu, saat kita pun memiliki kekuatan dan kekuasaan
untuk membalas dendam kita juga tidak melakukannya. Inilah panggilan
rekonsiliasi yang didasarkan kepada panggilan luhur, yang seharusnya diajarkan
oleh semua agama. Dengan landasan kesetaraan dan kesederajatan, serta usaha
untuk saling percaya dan memahami pihak lain, maka akan terjalin suatu
hubungan dan keterbukaan, untuk menemukan cara dan jalan terbaik agar konflik
antar agama dapat diatasi, sehingga pada gilirannya dapat menciptakan suatu
kehidupan bersama yang penuh damai.
Kegiatan 3: Diskusi
Diskusikan dengan teman sebangkumu!
1. Apa yang harus menjadi landasan dalam menyatakan perdamaian antarumat
beragama?
2. Kalau semua agama mengajarkan cinta kasih dan perdamaian, mengapa dapat
terjadi banyak kerusuhan dan perang antaragama?
3. Apakah agama tampak berfungsi di lingkunganmu? Kalau tampak, apa yang kamu
lihat? Mengapa demikian? 4. Apa peranan agama Kristen di lingkunganmu?
5. Sebutkan contoh konkret yang dapat dilakukan remaja untuk menciptakan
perdamaian antaragama!
6. Buatlah rencana tentang mewujudkan perdamaian antarumat beragama yang akan
dilakukan!
E. Dialog untuk Perdamaian
Sebagai warga gereja, kita banyak terlibat dialog dengan orang lain yang
berbeda suku, agama, ras, dan antargolongan, karena dalam hidup sehari-hari
kita bertemu dan bergaul dengan mereka. Dialog pun bermanfaat untuk mewujudkan
perdamaian. Bahkan dialog adalah salah satu sarana yang paling baik untuk
membangun perdamaian.
Dalam melakukan dialog, ada empat hal yang harus diperhatikan.
(a) Pertama, kita memerlukan pendalaman tentang isi kepercayaan/agama kita
sendiri. Kita perlu menghayati dengan mendalam pemahaman kita tentang
pokok-pokok iman Kristen kita, tradisi gereja kita dan lain-lain yang
berkaitan dengan kekristenan atau agama kita sendiri.
(b) Kedua, kita memerlukan pemahaman tentang agama orang lain dan kehidupan
mereka di dalam menjalankan keyakinannya.
(c) Ketiga, kita harus bersikap saling menghormati tanpa memandang latar
belakang, dan tak peduli dengan jumlah umat kita atau jumlah umat agama lain.
Bila jumlah kita lebih besar, kita tidak boleh menyombongkan diri karena
jumlah itu. Bila jumlah kita lebih kecil, kita tidak perlu merasa rendah diri
karenanya.
(d) Keempat, dialog tidak berarti merelatifkan kebenaran Injil atau membawa
kita kepada sinkretisme.
Dialog banyak diselenggarakan di tingkat-tingkat yang lebih luas seperti
nasional dan internasional, karena orang semakin memahami pentingnya dialog
untuk mencapai perdamaian.
Ø Pertama, upaya membangun kesejahteraan tidak dapat
terlaksana dengan mengabaikan keberadaan orang lain. Masalah-masalah kehidupan
di sekitar kita yang semakin kompleks adalah masalah bersama. Kepercayaan kita
kepada Allah, pertama-tama harus membuat kita mengakui dengan rendah hati
bahwa pluralitas masyarakat adalah karunia Tuhan untuk dikembangkan dengan
maksimal melalui dialog. Dialog akan membuka perspektif baru dalam menjalankan
komitmen keagamaan.
Ø Kedua, adalah tepat untuk mengupayakannya di kalangan
pemuda. Sebab pemuda memiliki potensi besar untuk membangun masa depan bersama
yang lebih dinamis, terbuka dan penuh kemungkinan.
Ø Ketiga, kalau agama-agama ingin tetap berperan di dalam
memberi arah terhadap pembangunan bangsa, maka dialog adalah cara yang tepat
untuk menggalang potensi. Tanpa dialog, kehidupan akan semakin terpecah-pecah
dan pada gilirannya akan membuat agama diabaikan oleh masyarakat.
Ø Keempat, dialog bukan saja sarana untuk makin saling
mengenal, melainkan membuat kita makin mengenal jati diri kita sendiri.
Kekhawatiran bahwa dialog akan menyinggung perasaan orang lain membuat kita
enggan untuk berdialog.
Kekhawatiran lain secara tidak disadari ialah kita takut seandainya yang kita
percayai itu tidak benar, kita khawatir jangan-jangan kepercayaan kita menjadi
goyah.
Halangan terbesar dari upaya dialog untuk mengembangkan toleransi ini adalah
anggapan bahwa agama lain pasti tidak sesuai atau cocok dengan agama saya.
Memang semua agama tidak sama. Setiap agama muncul dan bertumbuh dalam situasi
dan latar sejarahnya yang unik, sehingga isi ajarannya pun menjadi unik.
Sungguh keliru bila kita mengatakan bahwa semua agama sama saja. Bahkan setiap
aliran dalam sebuah agama tertentu pun berbeda-beda dengan aliran yang
lainnya. Itulah sebabnya ada Kekristenan yang Protestan, tetapi juga Katolik,
Pentakosta, Baptis, Adentis, dan lain-lain. Di dalam Islam pun demikian, ada
Sunni, Syiah, Ahmadiyah, Tarekat, dan lain-lain.
Perbedaan-perbedaan ini juga tidak terlepas dari tafsiran orang terhadap
ayat-ayat kitab suci dan penghayatan orang akan iman mereka. Perbedaan tafsir
tidak mungkin diseragamkan, karena setiap orang memandang teks kitab sucinya
dengan latar belakang budaya, pendidikan, politik, ekonomi dan strata sosial
yang berbeda-beda. Masalah perbedaan penafsiran agama tersebut, dapat menjadi
masalah ketika ada pihak-pihak tertentu yang menganggap bahwa pendapatnya, dan
penafsirannyalah yang paling benar, sementara yang lain salah.
Karena itu kita harus memulai dialog kita dengan pemahaman bahwa ada banyak
perbedaan di antara agama-agama, tetapi ada juga hal-hal yang sama, yang dapat
menjadi titik temu dalam kepelbagaian yang ada. Dalam setiap agama, bahkan
setiap aliran agama, ada hal-hal yang khas, yang partikular. Tetapi, sekaligus
ada juga hal-hal yang umum, atau hal-hal yang disebut sebagai hal yang
universal. Perbedaan-perbedaan yang ada itu justru akan menjadi positif bila
kita memahaminya sebagai sebuah kekayaan, seperti warna-warni yang indah pada
sebuah pelangi.
Toleransi beragama tidak bertujuan untuk menghilangkan nilai-nilai kekhasan
agama, karena hal itu tidak mungkin terjadi. Penghilangan perbedaan, pemaksaan
keseragaman di antara pemeluk agama justru merupakan tindakan sewenang-wenang
dan melanggar hak asasi manusia. Untuk menghadapi perbedaan-perbedaan
tersebut, yang perlu ditekankan adalah nilai-nilai yang bersifat universal,
misalnya nilai keadilan, kemanusiaan, kesetaraan, kebaikan, kejujuran, kasih
kepada sesama.
Kegiatan 4: Membuat Puisi Tentang Harapan untuk Hidup Damai
Buatlah sebuah puisi atau pantun tentang harapanmu mengenai hidup bersama di
dalam damai. Puisi minimal tujuh baris!
F. Merawat Perdamaian Merajut Toleransi
Pada hakikatnya perdamaian antaragama perlu dikembangkan dan dirawat.
Perdamaian secara konkret dapat dirasakan bila ada suasana persaudaraan dan
kebersamaan antarsemua orang walaupun mereka berbeda secara suku, ras,
golongan, dan agama. Perdamaian juga dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk
menjadi damai karena sebelumnya ada ketidakdamaian, konflik atau perselisihan.
Namun selanjutnya, timbul kesadaran serta kemampuan dan kemauan untuk hidup
bertoleransi karena dalam realitas kita harus hidup secara berdampingan dengan
agama lain, hidup bersama dengan agama lain dalam suasana damai serta
tenteram. Hal ini sebenarnya berhubungan dengan sila pertama dalam Pancasila
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Toleransi juga dapat dikatakan sebagai suatu
istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan
yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau
tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.
Perdamaian bukanlah suatu hal yang secara otomatis selalu ada di sekitar kita,
oleh karena itu kehadirannya perlu dirawat dengan terus-menerus mengembangkan
toleransi, antara lain dengan sungguh-sungguh mau melakukan dialog. Perdamaian
dan toleransi antarumat beragama bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat
dipisahkan satu sama lain. Penerapan sikap perdamaian berdampak pada toleransi
atau sebaliknya toleransi menghasilkan perdamaian, keduanya menyangkut
hubungan antarsesama manusia.
Perdamaian umat beragama berarti antara pemeluk-pemeluk agama yang berbeda
bersedia secara sadar hidup rukun dan damai. Suatu perdamaian yang dilandasi
oleh toleransi, karena ada saling pengertian, menghormati, menghargai dalam
kesetaraan, dan bekerja sama dalam kehidupan sosial di masyarakat. Hidup rukun
artinya hidup bersama dalam masyarakat secara damai, saling menghormati dan
bergotong royong atau bekerja sama. Jika perdamaian diaplikasikan pada
kehidupan sehari-hari, maka akan muncul toleransi antarumat beragama. Atau,
jika toleransi antarumat beragama dapat terjalin dengan baik dan benar, maka
akan menghasilkan suatu masyarakat damai.
Toleransi sejati didasarkan pada sikap hormat terhadap martabat manusia, hati
nurani dan keyakinan serta keikhlasan sesama apapun agamanya. Toleransi
antarumat beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang
menunjukkan umat saling menghargai, menghormati, menolong, dan mengasihi.
Termasuk di dalamnya menghormati agama dan iman orang lain, menghormati ibadah
yang dijalankan oleh orang lain, tidak merusak tempat ibadah, tidak menghina
ajaran agama orang lain, serta memberi kesempatan kepada pemeluk agama
menjalankan ibadahnya. Dengan adanya komitmen untuk melakukan hal-hal tersebut
dengan sungguh-sungguh, maka agama-agama akan mampu untuk melayani dan
menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga terciptalah suasana damai yang
toleran dalam kehidupan masyarakat serta bangsa.
Sebagaimana yang telah diungkapkan dalam pembelajaran sebelumnya, kemajemukan
bangsa Indonesia merupakan keunikan serta kekayaan yang harus disyukuri. Hidup
dalam masyarakat yang pluralis dengan sendirinya menuntut tingkat toleransi
serta solidaritas yang tinggi agar perdamaian dapat diwujudkan. Untuk
merealisasikan perdamaian tersebut, terdapat empat hal yang harus diperhatikan
terutama untuk para remaja dan pemuda dalam perjalanan ke depan bersama-sama,
yaitu;
1.
Tanggung jawab yang besar. Setiap umat beragama harus memiliki
tanggung jawab moral dalam dirinya untuk menjadikan perdamaian sebagai urusan
dan perjuangan pribadi. Setiap orang beriman, termasuk remaja dan pemuda,
harus menjadi pribadi yang “cinta damai”. Jika tidak, maka perubahan yang
berarti tidak akan terjadi.
2.
Perdamaian harus dirawat dan dikembangkan terus-menerus. Harus
diupayakan langkah demi langkah dengan kesepakatan-kesepakatan yang semakin
maju melalui pengalaman perjalanan bersama.
3.
Tugas mewujudkan perdamaian antarumat beragama adalah tugas
bersama semua agama.
4.
Kita harus menerobos dan merubuhkan tembok prasangka, seperti
yang sudah diteladankan Tuhan Yesus dalam sikapnya terhadap kelompok agama
atau etnis lain (ingat: kisah perjumpaan perempuan Samaria dengan Tuhan Yesus
).
Salah satu tantangan terhadap pengembangan perdamaian adalah adanya
peristiwa-peristiwa lokal yang mengarah pada peningkatan benturan dan konflik
SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Hal ini harus menjadi perhatian
kita semua, bersama pemerintah dan lembaga keagamaan dalam upaya meningkatkan
hubungan yang baik antara suku, agama, ras atau golongan.
Kegiatan 5:
a. Bacalah prosa di bawah ini dengan saksama dan temukan pesan dalam tulisan
ini!
Pesan yang saya temukan dalam tulisan di atas adalah:
…………………………………………………………………...…………..................
……………………………………………………………………...………..................
………………………………………………………………...…………… ………….
b. Buatlah sebuah karya yang kreatif dengan tema “Kasih Persaudaraan”, yang
berkaitan denan toleransi. Karya itu dapat berupa puisi, gambar, prosa,
slogan, dan lain-lain.
G. Penilaian
1. Apa arti “syalom” yang digunakan di dalam Alkitab? Menurut kamu, apa
artinya kalau kita mengucapkan “syalom” kepada orang lain?
2. Kadang-kadang kita mendengar seseorang mengucapkan “Syalom, teman-teman!”
sambil berteriak-teriak, karena merasa ucapannya kurang terdengar oleh orang
lain. Menurut kamu, apakah ucapan itu menghadirkan “syalom” bagi mereka yang
mendengarnya?
3. Di atas dikatakan, “Artinya, perdamaian yang kita usahakan dan kembangkan
bukanlah sekadar “asal damai”, melainkan damai yang benar-benar keluar dari
hati yang tulus dan murni.” Menurut kamu, apakah arti pernyataan ini? Berikan
contohnya dalam hidup sehari-hari!
4. Diatas dikatakan bahwa konflik yang bersumber pada agama seringkali muncul
karena adanya klaim kebenaran dalam masing-masing agama. Coba jelaskan, apakah
itu berarti kita tidak dapat mengatakan bahwa agama kita adalah agama yang
benar!
H. Rangkuman
Agama-agama mengajarkan agar manusia mewujudkan cinta kasih dari Tuhan kepada
sesama. Cinta kasih itulah yang mestinya direfleksikan dalam hubungan damai
dengan sesama, bahkan dengan semua ciptaan Tuhan.
Perdamaian antarumat beragama penting diwujudkan dalam masyarakat Indonesia
yang majemuk. Bagi umat Kristen, perdamaian merupakan panggilan iman yang
harus diusahakan dan dikembangkan dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian
sesama yang berbeda agama bukanlah saingan atau ancaman apalagi musuh,
melainkan sebagai saudara-saudara sesama ciptaan Tuhan yang oleh Tuhan sendiri
ditempatkan untuk hidup bersama dalam toleransi dan bekerja sama untuk
perdamaian.
Remaja sebagai bagian dalam masyarakat harus turut berperan serta menciptakan
perdamaian antaragama pada saat yang sama merajut sikap toleransi. Hal ini
perlu secara konkret dilakukan, misalnya dalam pergaulan remaja yang tidak
membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan. Remaja harus meneladani sikap
Tuhan Yesus sebagai pilihan utama dalam usaha mewujudkan perdamaian dan
toleransi, sehingga remaja dapat menghadirkan tanda-tanda kerajaan sorga di
dalam dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar