Tampilkan postingan dengan label SMA/SMK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SMA/SMK. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 April 2022

Soal Try Out Ujian Sekolah Agama Kristen SMA/SMK

Soal Try Out Ujian Sekolah Agama Kristen SMA/SMK

Soal Latihan Persiapan menghadapi Ujian Sekolah

Silahkan buka link ini atau langsung kerjakan soal di form dibawah ini

Try Out Ujian Sekolah SMA/SMK 2022



Rabu, 16 Maret 2022

Menjadi Pelaku Kasih dan Perdamaian (Bab 13) Pelajaran PAK SMA-SMK Kelas 12

 

Bab 13

Menjadi Pelaku Kasih dan Perdamaian

Bahan Alkitab: Yeremia 6:1-21; Matius 5:9; Roma 12:18


A. Pengantar

Pelajaran ini adalah yang terakhir dari seluruh rangkaian Pendidikan Agama Kristen yang diawali sejak peserta didik duduk di kelas I Sekolah Dasar. Tentu harapan kami selaku penulis buku dan pendidik Agama Kristen adalah kamu sudah menyatakan komitmenmu selaku murid Kristus. Salah satu indikator dari komitmen ini adalah, bersedia menjadi pembawa kabar baik dan damai. Pembahasan tentang damai sudah dimulai pada pelajaran 12, namun pada pelajaran penutup ini kamu dan kita semua ditantang untuk mewujudkan komitmen kita selaku pengikut Kristus Sang Raja Damai. Komitmen itu dapat diwujudkan dalam bentuk pelayanan yang dapat dilakukan sebagai pembawa kabar baik dan damai kepada sesama yang membutuhkan.

Sebelum kita mulai, bacalah Yeremia 6: 1 – 21 dengan seksama. Catatlah sedikitnya dua hal yang berkesan dari bacaan ini.

  

B. Uraian Materi 

Kasih dan perdamaian tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Semuanya itu membutuhkan usaha dan kerja keras. Kasih dan perdamaian tidak akan tercipta dengan hanya mengucapkan “damai sejahtera! damai sejahtera!”

Abigail Disney (2013), filantropis, perempuan pengusaha, aktivis masyarakat, yang membuat film pendek, “Pray the Devil Back to Hell,” pernah menulis demikian:

“Perdamaian adalah sebuah proses.Ini bahkan bukanlah sebuah peristiwa, kejadian. Perdamaian adalah sesuatu yang kita buat, yang kita kerjakan. Perdamaian adalah kata kerja. Perdamaian adalah serangkaian pilihan dan keputusan. Ia harus dipertahankan, diperjuangkan... Perdamaian tidak diam-diam. Perdamaian itu bergemuruh!”

Perdamaian dan juga kasih adalah tindakan, bukan kata benda. Artinya, untuk mewujudkan perdamaian dan kasih, kita perlu melakukan langkah-

langkah konkrit dalam kehidupan kita. Seluruh perbuatan dan gaya hidup kita mestilah mencerminkan perdamaian dan kasih, sehingga keduanya dapat terwujud dalam masyarakat kita, di bumi ini.

  

1. Agama-Agama dan Kerinduan Akan Damai

Yudaisme, atau agama Yahudi, misalnya, mempunyai konsep syalom yang berarti damai sejahtera yang didasarkan pada anugerah Allah kepada manusia dan upaya manusia untuk membangun kehidupan yang baik bersama orang-orang di sekitarnya dan seluruh alam semesta. Agama Kristen banyak mengikuti konsep yang terdapat dalam agama Yahudi. Nama “Islam” yang kita kenal sebagai sebuah agama, didasarkan pada kata “salam”, sebuah kata dari bahasa Arab yang memiliki akar kata yang sama dengan kata “syalom” dalam bahasa Ibrani. Dengan kata lain, kata “Islam” juga berasal dari harapan yang sama akan kehidupan yang penuh dengan kedamaian. Dalam agama Hindu, para pemeluknya saling mengucapkan salam “shanti,shanti,shanti” yang artinya “damai, damai, damai”.

Kehadiran agama-agama dan umatnya tidak secara otomatis menghasilkan kasih dan perdamaian. Manusia perlu berusaha dengan sungguh-sungguh. Pengalaman hidup manusia menunjukkan betapa sering manusia lebih mudah berperang daripada menciptakan perdamaian. Sebagai contoh, dunia pernah mengalami dua perang yang sangat hebat, yaitu Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Setelah dunia diluluh-lantakkan oleh kedua perang tersebut, negara-negara di dunia membentuk Liga Bangsa Bangsa. Tidak lama kemudian, Liga Bangsa-Bangsa berganti nama menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dibentuk pada 26 Juni 1945 dan piagamnya ditandatangani di San Francisco, Amerika Serikat.

Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang dan setiap kelompok masyarakat merindukan perdamaian. Mengapa demikian? Karena manusia sadar bahwa perang hanya menghasilkan kehancuran dan malapetaka. Karena itu pulalah bila kita kembali kepada agama, kita akan menemukan bahwa setiap agama mengajarkan bagaimana manusia mestinya hidup damai dengan sesamanya. Bahkan juga dengan seluruh alam ciptaan milik Allah.

 

 2. Agama dan Perang

Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa sejarah setiap agama, khususnya agama-agama besar di dunia seperti Yahudi, Kristen, Islam, Hindu, Buddha, juga berisi lembaran-lembaran kelam. Ketika para pemeluknya terlibat dalam tindak kekerasan dan peperangan yang dilakukan atas nama agama, atas nama Tuhan. Dalam agama Kristen misalnya, pernah terjadi Perang Salib sampai sembilan kali antara tahun 1095 sampai 1291 yang berlangsung di Timur Tengah untuk merebut (dan kadang-kadang mempertahankan) Yerusalem. Perang salib ini ditujukan terutama terhadap orang-orang Islam, tetapi kadang-kadang juga terhadap bangsa Slavia yang bukan Kristen pada waktu itu, orang-orang Yahudi, orang-orang Kristen Ortodoks Rusia dan Yunani, bangsa Mongol, Katar, orang-orang Hus dan Waldensis (orang-orang Kristen yang menentang Paus dan merupakan cikal bakal orang-orang Protestan), dan berbagai musuh politik Paus.

Antara orang-orang Tamil yang umumnya beragama Hindu dan orang-orang Sinhala yang umumnya beragama Buddha di SriLanka, terjadi pertikaian dan peperangan yang telah menelan ribuan korban.

Belakangan ini kita juga sering mendengar atau membaca berita-berita tentang berbagai teror dan kekerasan yang dilakukan atas nama Tuhan dan agama. Penyerangan atas gedung World Trade Center di New York City pada 11 September 2001 dilakukan atas nama Tuhan. Demikian pula serangan yang dilakukan oleh sebuah gerakan agama baru, Aum Shinrikyo, di lima stasiun kereta api di bawah tanah di Tokyo pada 20 Maret 1995. Anggota kelompok ini berhasil menyebarkan gas sarin yang mematikan. Akibatnya, sebelas orang tewas, dan 5000-an orang luka-luka. Dalam perang Bosnia, tentara Serbia membunuh dan memperkosa ribuan orang Kroasia, Slovenia, dan Bosnia, dengan alasan-alasan keagamaan.

Jadi, di satu pihak agama-agama mengajarkan perdamaian, tetapi di pihak lain, para pemeluk agama sering melakukan tindakan-tindakan kekerasan atas nama agama, atas nama Tuhan. Mengapa demikian? Bukankah itu semua bertentangan dengan ajaran-ajaran damai setiap agama?

 

3. Rasa Takut

Peperangan dan konflik yang berlangsung dalam sejarah manusia biasanya disebabkan karena keinginan untuk mempertahankan atau merebut sumber-sumber yang langka. Perang Teluk I (tahun 1990 - 1991) dan Perang Teluk II   (2003-sekarang) terjadi karena pihak-pihak yang terlibat memperebutkan sumber-sumber minyak bumi yang sangat penting bagi kehidupan manusia di muka bumi ini. 

Perang dan konflik juga dapat terjadi karena kebanggaan semu akan keunggulan bangsa sendiri. Adolf Hitler menyerang negara-negara lain di Eropa karena keyakinannya bahwa bangsa Arya adalah bangsa yang paling unggul dan diberkati Tuhan di muka bumi ini. Mereka ditakdirkan untuk menjadi pemimpin dunia. Begitu pula pembantaian atas 800.000 warga suku Tutsi oleh suku Hutu selama 100 hari di Rwanda (tahun 1994) terjadi karena suku Hutu yakin bahwa suku Tutsi hanyalah “kecoak” yang layak dihancurkan.

Perang juga terjadi karena rasa takut yang berlebihan, meskipun tidak jelas sejauh mana rasa takut itu dapat dibenarkan. Perang Vietnam (tahun 1959 -1975) , aneksasi Timor Timur (1975), terjadi karena rasa takut akan bahaya komunis. Saat itu muncul “teori domino” yang meramalkan akan jatuhnya negara-negara Asia Tenggara ke tangan kekuatan komunis apabila tidak dihalangi dengan menghancurkan kekuatan komunis di Vietnam, Laos, Kamboja, dan Indonesia. Penghancuran terhadap PKI di Indonesia pada awal pemerintahan Orde Baru juga terjadi karena alasan ini.

 

C. Mengupayakan Kondisi Damai Sejahtera

1.   Konflik di Indonesia 

Berbagai konflik pernah dan masih berlangsung di Indonesia hingga saat ini. Kita dapat mencatat konflik pada awal pembentukan Republik Indonesia dalam bentuk PRRI, Permesta, Darul Islam, dan lain-lain. Di Aceh dan Papua terjadi konflik karena masyarakat setempat merasa bahwa kekayaan alam mereka dikuras sementara rakyat sendiri tidak mencicipi hasilnya. Di Kalimantan pernah terjadi konflik antara suku Dayak dan Melayu melawan suku Madura yang dianggap terlalu menguasai sumber-sumber ekonomi masyarakat dan tidak menghargai masyarakat setempat. Di Maluku, Halmahera, Poso, terjadi konflik-konflik yang diduga terutama didasarkan oleh perebutan kekuasaan sosial-politik dan ekonomi namun kemudian ditutupi dengan alasan-alasan agama (Trijono, Dewi, & Qodir, 2004; Manuputy & Watimanela, 2004). 

Konflik juga pernah terjadi karena masalah rasial, seperti yang pernah dialami oleh etnis Tionghoa di Indonesia. Sepanjang sejarah bangsa ini baru pertama kali penganiayaan, pemerkosaan, dan pembunuhan dialami oleh ratusan perempuan Tionghoa pada Tragedi Mei 1998. Peristiwa tersebut merupakan awal keruntuhan pemerintahan Orde Baru.

    Ada pula konflik-konflik yang terjadi karena alasan-alasan agama. Wujudnya berupa perusakan dan penghancuran rumah-rumah ibadah dan berbagai fasilitas yang terkait; penangkapan dan pembunuhan terhadap umat dan tokoh agama lain; halangan dan larangan bagi umat beragama tertentu untuk menjalankan ibadah dan kehidupan keagamaannya.

Kejadian-kejadian seperti yang digambarkan tersebut sering kita temukan di surat kabar maupun media massa lainnya. Sekelompok orang menganggap dirinya, ajarannya, agama yang dipeluknya sebagai yang paling benar dan satu-satunya yang memiliki hak hidup, sementara yang lainnya harus ditutup, dilarang, bahkan kalau perlu dihancurkan. Kehadiran orang lain yang berbeda ras, suku, bahasa, kelas sosial, agama, pemikiran, pendapat, dan lain-lain seringkali memang menimbulkan rasa gelisah, rasa terganggu, bahkan terancam. Coba simak berita berikut.

 

Masjid Ahmadiyah Kembali Ditutup


Desember 14, 2007

Penutupan Masjid Annur, tempat jemaah warga Ahmadiyah di desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, sudah dua kali dilakukan. Hal itu terjadi berdasarkan rentetan kejadian-kejadian sebelumnya. Tahun 2000 berdasarkan pengaduan dari masyarakat Desa Maniskidul mengharapkan adanya pembubaran Jemaat Ahmadiyah yang dianggap sesat karena mengakui adanya nabi baru.


Pemkab Kuningan akhirnya menerima respon pengaduan masyarakat dengan membuat SK (surat keputusan) bersama yakni Depag, Kejaksaan, Pemkab Kuningan dan Kepolisian. Isi dari SK tersebut, intinya membubarkan Ahmadiyah dan ditetapkan secara hukum Tahun 2002. Namun jemaat Ahmadiyah tidak mengindahkan SK dan tetap melangsungkan kegiatannya.

Walaupun ini terjadi pada tahun 2007, namun hingga tahun 2014 ini, kejadian-kejadian serupa tetap muncul. Isu terkini tentang hal ini adalah mengenai serangan dari IS (Islamic State). Menurutmu, bagaimana cara kita mengatasi semua ini?

 

2. Konflik  Antara Manusia dan Kerusakan Alam

Perebutan sumber-sumber alam yang terbatas telah menyebabkan konflik antarmanusia. Sebaliknya, konflik antarmanusia juga telah menyebabkan rusaknya alam semesta.

 

Di masa Perang Vietnam, AS menjatuhkan apa yang disebut “agen oranye”, yaitu zat-zat kimia yang dimaksudkan untuk menghancurkan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah sehingga tentara dan gerilyawan Vietkong tidak dapat bersembunyi di hutan-hutan. Agen orange ternyata tidak hanya mematikan pohon-pohon dan semak, tetapi juga mengakibatkan kerusakan
pada manusia. Banyak orang yang dilahirkan dengan cacat tubuh dan wajah karena pengaruh “agen oranye” yang masuk lewat ibu yang mengandung mereka. 

Ancaman yang paling hebat yang dihadapi umat manusia sudah tentu adalah bom nuklir yang kini semakin luas penyebarannya di seluruh dunia. Bom nuklir yang kekuatannya ribuan kali bom atom yang dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki berpotensi menghancurkan manusia, hewan-hewan, tumbuhan, dan seluruh alam kita. Kini bom nuklir pun ditemukan di negara-negara Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Inggris, China, India, Korea Utara, Pakistan, dan Israel. Kemungkinan, Iran juga memilikinya walaupun belum diberitakan secara resmi.

        Bagi bangsa Indonesia, ancaman lain dari konflik yang terjadi dan tidak diselesaikan dengan baik, adil dan tidak memihak adalah kehancuran negara dan bangsa yang pluralistik ini. Keberadaan bangsa kita yang sejak awal pembentukannya disadari harus mengakomodasi semua perbedaan, sangat ditentukan oleh kesediaan kita semua untuk mengakui semboyan bangsa kita, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Tanpa kesediaan ini, akan sulit bagi bangsa kita untuk terus melangkah sebagai suatu kesatuan yang utuh. 

3. Dialog Antariman

 

Sebuah cara yang sangat baik untuk membangun saling pengertian dan saling menerima di antara masyarakat kita yang pluralistik ini adalah dengan ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan dialog antariman. Dalam kegiatan ini melibatkan orang tua maupun muda untuk melakukan pertemuan-pertemuan dialogis maupun kerja sama dengan saudara-saudara mereka yang datang dari latar belakang etnis, suku, kelas sosial, dan keyakinan yang berbeda-beda.

 

Di Jakarta ada sebuah organisasi yang dinamai “Wadah Komunikasi dan

Pelayanan Umat Beragama” yang didirikan dengan tujuan seperti di atas.

 

Dalam situs internetnya, dikatakan bahwa
“Wadah Komunikasi dan Pelayanan Umat Beragama (WKPUB) bertujuan untuk membangun persaudaraan yang sejati melalui kerja sama lintas agama dengan berbagai komunitas umat beragama, utamanya di wilayah Jakarta Timur dan sekitarnya. Wadah ini bergerak di tingkat akar rumput dengan berbagai kegiatan yang dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

 

Kegiatan-kegiatan yang pernah dilaksanakan oleh organisasi ini, antara lain sebagai berikut.

 
       malam kebersamaan antarumat beragama
       ceramah tentang ancaman dan bahaya narkoba untuk para pemuda lintas iman,
       malam peduli anak jalanan
       dukungan dan advokasi kepada anak jalanan melalui Rumah Sahabat Anak Puspita (kegiatan rutin setiap bulan)
       kegiatan live-in pemuda lintas iman (dalam kerja sama dengan Yayasan Panca Dian Kasih)
       pasar murah untuk warga masyarakat di Kecamatan Cakung, Jakarta Timur
       penyaluran bantuan untuk para pengungsi asal Aceh dan Maluku di Pesantren Modern Darul Ichsan, Cariu Bogor
       penyaluran bantuan untuk korban kebakaran di RW 05 di Kelurahan Rawa Bunga, Jakarta Timur
       diskusi antarpemuda lintas iman
       tatap muka dengan tokoh-tokoh agama di Kecamatan Cakung Jakarta Timur.

 

Peristiwa yang cukup mengharukan adalah ketika umat yang mewakili berbagai agama dan kepercayaan berkumpul dan berdoa untuk calon Presiden Joko Widodo. Isi doa adalah sama, yaitu agar Bapak Jokowi diberikan kekuatan dan hikmat untuk memimpin negara dan bangsa Indonesia yang mengalami begitu banyak masalah.

 

Kegiatan-kegiatan seperti di atas tentu akan sangat membantu setiap kelompok untuk lebih saling mengerti kelompok yang lain, menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi rasa curiga. Sebaliknya, mendorong semua pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan rasa damai dan pelayanan bagi pihak-pihak yang sangat membutuhkan. Dalam Amsal 16:7 dikatakan, “Jikalau Tuhan berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itu pun didamaikan-Nya dengan dia.” Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa untuk hidup damai dengan sesama kita, bahkan dengan musuh kita, kita harus hidup dalam jalan yang diperkenan Tuhan. Itu berarti kita didorong, diharapkan, bahkan diwajibkan hidup dalam damai sejahtera Allah dengan sesama kita, bahkan juga dengan orang-orang yang membenci kita.

Surat Roma 12:18 mengingatkan kita: “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” Surat ini ditulis kepada jemaat Kristen di kota Roma. Mereka hidup sebagai kelompok minoritas di tengah-tengah mayoritas yang tidak mengenal Kristus dan bahkan memusuhinya. Kepada jemaat ini, Rasul Paulus menasihati agar mereka berusaha sedapat mungkin untuk hidup dalam perdamaian dengan orang lain. Mereka tidak perlu takut dan khawatir akan status mereka sebagai kelompok minoritas, melainkan berusaha secara aktif membangun jembatan penghubung antara mereka dengan orang lain, sehingga terciptalah saling pengertian dan keharmonisan di dalam masyarakat.

Roma 12:20 lebih jauh berkata demikian: “Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.” Berdasarkan ayat ini kita belajar bahwa usaha menghadirkan damai sejahtera harus dimulai dari diri kita sendiri. Dengan mengusahakan perdamaian, dengan memberikan makan dan minum bagi mereka yang membutuhkan, bahkan bagi orang-orang yang membenci kita sekalipun, kita akan mampu menghadirkan kehidupan bersama yang damai.

 

Tugas Kelompok

1.    Nyanyikanlah lagu “Rindukan Damai” dari Group Band Gigi?

Rindukan Damai

Bayangkan…
Bila kita bisa saling memaafkan
Bayangkan…
Bila kita bisa saling berpelukan
Tiada perang, kelicikan
   Tangis kelaparan…..


Ref.:  Getarkan manusiawi kami
Mata dan matahati kami
Agar saling meniti
Esa maha suci
Ampunkan dan tuntunlah kami
Kita semua saling bersaudara
Rindukan damai

 

2.        Kesan apa yang kamu peroleh dari lagu karya Dewa Budjana di atas? Apa yang dimaksudkan ketika nyanyian itu mengatakan “Kita semua saling bersaudara”? Bukankah ini sebuah pernyataan yang sangat dalam maknanya? Kesaksian Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa kita mempunyai satu nenek moyang yang sama, yaitu Adam dan Hawa. Itu berarti, siapapun manusia yang kita jumpai, sebetulnya dia adalah saudara kita sendiri. Kemudian apa sebabnya kita berperang? Mengapa manusia sulit sekali hidup dalam perdamaian? Apakah manusia sudah tidak dapat lagi saling mengasihi?

3.      Ada beberapa hal yang dapat dikerjakan sebagai kegiatan kelompok.

a.       Yeremia mengecam para pemimpin agama di Yehuda yang memberitakan “damai sejahtera! damai sejahtera!”, sementara pada kenyataannya masyarakat hidup dalam keadaan sebaliknya. Seberapa jauh apa yang ditemukan Yeremia ini dapat kalian temukan dalam hidup kita sebagai suatu bangsa saat ini? Sebutkan contoh-contoh ketika berita tentang perdamaian yang kamu dengar itu ternyata bertentangan dengan kenyataan sesungguhnya.

b.       Yeremia juga menemukan bahwa di Yehuda keadilan diputarbalikkan. Ambillah contoh-contoh dari kehidupanmu sehari-hari yang juga menggambarkan situasi yang serupa dengan yang dilihat Yeremia.

c.        Menurut Abigail Disney, perdamaian adalah sebuah proses. Mengapa demikian? Mengapa bukan sebuah produk akhir? Apa pula artinya jika dikatakan bahwa perdamaian itu adalah suatu “kata kerja”?

Telah diuraikan sebelumnya pengalaman sebuah komunitas kecil antarumat beragama di Jakarta. Cobalah cari informasi apakah di tempatmu (kecamatan, kota, kabupaten, dan lain-lain) terdapat komunitas antarumat beragama seperti yang disebutkan di atas. 

4.      Praktek sebagai pembawa kasih dan perdamaian

a.       Apakah pemuda/remaja di gerejamu pernah mengadakan program live-in di komunitas umat beragama lain? Kalau belum, apa sebabnya? Dapatkah kamu bersama dengan beberapa teman memulai sebuah pengalaman dalam komunitas seperti ini? Kalau pemuda/remaja gerejamu sudah pernah melakukannya, coba ceritakan secara singkat pengalaman mereka.

b.       Apa saja situasi konflik yang terjadi di lingkunganmu. Aktivitas ini dikerjakan dengan mengisi tabel berikut:

 

 

Pihak yang

Penyebab

Hal yang sudah

Hal yang

No

Peristiwa

dilakukan untuk

dapat saya

berkonflik

konflik

 

 

mengatasi konflik

lakukan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1*

Tawuran

Siswa SMA

Bersenggolan

Didamaikan

 

 

antar

X dan SMA

saat berebut

oleh polisi yang

 

 

pelajar

Y

naik bis

mempertemukan

 

 

 

 

 

kedua belah pihak

 

2.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

*Nomor 1 ini sudah diisikan sebagai contoh. Peserta didik diminta mengisi tabel ini minimal untuk 1 nomor.

 

D. Penutup 

Kegiatan diakhiri dengan menaikkan sebuah doa bersama dengan mengisi bagian yang kosong di bawah ini:

Tuhan, dari masa ke masa Engkau memanggil anak-anak-Mu dan utusan-utusan-Mu untuk menghadirkan kasih dan perdamaian-Mu. Pakailah kami, ya Tuhan, agar kami pun dapat menjadi alat kasih dan perdamaian-Mu di tempat-tempat yang kami sebutkan disini:

Dengarlah doa kami, ya Tuhan, dan mampukanlah kami untuk menjalankan tugas dan panggilan-Mu ini. Dalam Yesus Kristus kami telah berdoa. Amin.

Doa Penutup

 

Sebagai penutup, guru mengajak peserta didik menyanyikan lagu PKJ 267 “Damai di Dunia”

Damai Di Dunia

Damai di dunia dan kitalah dutanya. Damai sejahtera, amalkanlah maknanya, Alllah,Bapa kita, kita anak-Nya, Rukun bersaudara penuh bahagia.

Damai di dunia dan inilah saatnya. Ucapkan ikrarmu, jalankan perintah-Nya, Setiap kata dan karya kita memuji nama-Nya. Damai didunia, kini dan selamanya. Kini dan selamanya.


Rangkuman

Kasih dan perdamaian tidak dapat hadir dengan sendirinya. Kita masing-masing perlu memulainya. Kita perlu mengembangkan kebiasaan hidup yang mewujudkan kasih dan perdamaian. Rangkaian konflik, kekerasan, dan kebencian di dunia perlu diputuskan. Membangun jembatan perdamaian dan saling pengertian adalah sebuah langkah konkret untuk mengusahakan terciptanya kasih dan perdamaian di dunia ini.


Video Menjadi Pelaku Kasih dan Perdamaian