Rangkuman Pelajaran PAK Kelas IX SMP
Bab VII Gereja yang Memperbarui Diri
Bahan Alkitab: Mazmur 104:30; Yesaya 43:19-20; Yosua 24; 2 Korintus 5:17
A. Gereja dan Tradisi
Kata “tradisi” berasal dari bahasa Latin, yaitu traditio yang artinya
“sesuatu yang diwariskan”, “sesuatu yang diturunkan kepada pihak penerus”,
atau “kebiasaan”. Kebiasaan ini adalah suatu praktik yang sudah diterima
sebagai sesuatu yang sudah seharusnya ada. Kebiasaan-kebiasaan apakah yang
ada di dalam gereja?
Di masa lampau ada kebiasaan untuk menahbiskan hanya laki-laki untuk
menjadi pendeta. Perempuan dilarang menjadi pendeta karena dianggap tidak
layak atau tidak cocok.
Gereja ternyata adalah sebuah komunitas yang revolusioner dan mengakui
kepemimpinan perempuan di gereja.
1.
Kepemimpinan perempuan
Ada yang mengatakan perempuan tidak boleh menjadi pendeta karena Yesus
hanya memanggil laki-laki sebagai murid-murid-Nya. Sebagai pemimpin ibadah,
pendeta berdiri sebagai wakil Yesus. Karena Yesus laki-laki, maka hanya
laki-laki sajalah yang paling tepat berdiri sebagai wakil Yesus di dalam
kebaktian. Ada juga yang mengutip kata-kata Paulus dalam 1 Korintus 14:34:
Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus
berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak
diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang
dikatakan juga oleh hukum Taurat.
Ayat lain yang juga sering digunakan untuk menolak perempuan menjadi
pendeta adalah 1 Timotius 2:11-12: “Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan
menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan
juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri.”
2.
Peribadahan
Masalah lain yang berkaitan dengan tradisi adalah penggunaan alat-alat
musik dalam kebaktian. Alat musik apakah yang layak dan yang tidak layak
dipergunakan? Dari warisan tradisi kebaktian yang diturunkan oleh para
misionaris Belanda, banyak gereja di Indonesia hanya menggunakan piano dan
organ untuk mengiringi nyanyian jemaat. Alat-alat musik yang lain dianggap
tabu. Misalnya gitar dianggap tidak layak dipergunakan dalam kebaktian.
Begitu pula alat-alat musik tradisional seperti gamelan atau gondang Batak
dianggap tidak boleh dimainkan dalam kebaktian-kebaktian di gereja karena
dianggap sebagai musik orang kafir. Namun sekarang pandangan itu sudah
berubah. Karena itulah sekarang kita melihat banyak sekali gereja yang
mengembangkan musik kreatif dengan alat-alat musik yang diangkat dari
tradisi setempat. Semua ini membuat ibadah menjadi semakin kaya. Orang dapat
merasakan bagaimana menyembah Tuhan dengan musik setempat, dengan alat-alat
musik yang akrab di telinga mereka selama ini. Hal ini sejiwa dengan apa
yang dikatakan dalam Mazmur 150:
Dalam Mazmur yang singkat ini kita dapat menemukan seruan agar manusia
memuji Tuhan Allah dengan berbagai alat musik. Dalam enam ayat ini kita
menemukan 7 alat musik yang disebutkan. Tampaknya semuanya mewakili berbagai
alat musik yang digunakan dalam ibadah orang Israel dahulu.
3.
Pemikiran teologis
Sebuah pemikiran teologis yang mengalami perubahan adalah pandangan orang
Kristen terhadap orang-orang kulit hitam dan orang kulit berwarna lainnya.
Pada masa lampau di dunia barat, termasuk di Afrika Selatan, orang Kristen
kulit putih menganggap orang kulit hitam dan kulit berwarna lainnya lebih
rendah derajatnya daripada orang kulit putih. Karena itulah mereka layak
dijadikan budak. Mereka mengajukan dasar-dasar teologis yang mengatakan
bahwa orang-orang kulit putih adalah keturunan Yafet, anak Nuh, sementara
orang-orang kulit hitam adalah keturunan Ham, anak Nuh yang dikutuk karena
melihat Nuh yang tidur telanjang karena mabuk dan malah menceritakannya
kepada saudara-saudaranya (lih. Kej. 9:22, 25- 27). Untunglah sekarang orang
sudah lebih cerdas dan bijaksana, sehingga pemikiran ini sudah
ditinggalkan.
B. Perubahan sebagai Hukum Kehidupan
Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, pernah mengatakan, “Waktu dan dunia tidak diam saja. Perubahan adalah hukum kehidupan. Dan
mereka yang hanya memandang ke belakang atau ke masa kini pasti akan
kehilangan masa depan.”
Dalam dunia binatang kita dapat menemukan bagaimana kemampuan berubah itu
sangat dibutuhkan untuk sebagian binatang untuk menyelamatkan diri. Bunglon,
misalnya, terkenal karena dapat dengan cepat mengubah warna kulitnya
sehingga sesuai dengan warna lingkungan di sekitarnya.
Perubahan inilah yang dapat membuat bunglon menyelamatkan diri dari
binatang pemangsanya. Inilah cara bertahan yang disebut oleh para ahli
biologi sebagai mimikri.
1.
Mimikri sebagai Mekanisme Perlindungan Diri
Mimikri adalah mekanisme perlindungan diri yang dikaruniakan Tuhan
kepada jenis-jenis makhluk tertentu binatang maupun
tumbuh-tumbuhan. Dengan mekanisme ini, mereka dapat mempertahankan diri dari
serangan-serangan musuh yang berbahaya dan menjaga kelangsungan hidup
mereka dan keturunannya.
Apa yang dilakukan oleh binatang atau tanaman tertentu dalam alam untuk
menyelamatkan dirinya, diadopsi di dunia kemiliteran. Di masa lampau tentara
berperang dengan mengenakan pakaian yang mencolok. Mereka berdiri berbaris
berhadap-hadapan lalu saling menembak.
Namun sejak Perang Dunia II cara berperang berubah karena cara yang lama
dianggap bodoh dan memakan terlalu banyak korban. Kini tentara bersembunyi
menyerang musuhnya dari tempattempat tersebut. Untuk menolong persembunyian
mereka, seragam militer pun diubah. Mereka tidak lagi menggunakan pakaian
berwarna mencolok, melainkan seragam hijau atau loreng-loreng. Mengapa
warna-warna itu yang dipilih? Kembali kita melihat bahwa semua itu dilakukan
untuk menyelamatkan diri dari musuh. Warna hijau akan membuat seorang
anggota pasukan menghilang di antara pepohonan atau di tengah hutan. Begitu
pula warna loreng-loreng akan membuatnya dengan mudah bersembunyi di antara
pepohonan dan tanah.
2.
Manusia berubah
Di antara sekian banyak makhluk hidup, manusialah tampaknya yang paling
mampu berubah dan mengikuti perubahan. Karena itulah manusia mampu bertahan
sampai sekarang. Dahulu manusia hidup dengan berburu dan mencari makanannya
di hutan-hutan. Sekarang ia telah belajar bagaimana beternak dan bercocok
tanam, sehingga ia harus belajar merencanakan kehidupannya dengan baik. Ia
juga menyesuaikan diri dengan perubahan iklim. Ia belajar membaca
tanda-tanda perubahan iklim dan membuat pakaian yang sesuai dengan iklimnya.
Di musim dingin ia mengenakan pakaian yang tebal dan menutupi badannya
dengan selimut, namun di musim panas ia mengenakan pakaian yang lebih tipis
dan tidak mengurung badannya rapat-rapat.
Manusia belajar dari makhluk lain. Ia belajar mengenali jenis-jenis tanaman
yang dapat dimakan dan dapat dijadikan obat-obatan. Manusia belajar dari
katak bagaimana caranya berenang. Ia belajar dari burung bagaimana caranya
menciptakan pesawat terbang. Ketika simpanse diserang parasit, diare atau
malaria, mereka menggunakan khasiat tumbuhan Aspilia, dari keluarga
Asteraceae. Daun kasar tumbuhan Aspilia dapat merangsang pencernaan dan
membantu simpanse untuk menyingkirkan cacing tambang dan cacing perut
lainnya.
Pengetahuan ini dimanfaatkan orang-orang di Tanzania orang untuk mengobati
diri mereka. Manusia modern belajar mengolah minyak bumi dan batu bara
menjadi bahan bakar yang sangat dibutuhkannya dalam hidupnya. Kini dengan
semakin menipisnya minyak bumi dan batu bara, ia dipaksa untuk mengerahkan
pikirannya untuk mencari sumber-sumber energi alternatif. Demikianlah cara
manusia berubah dan menyesuaikan dirinya dengan alam di sekitarnya supaya ia
mampu bertahan hidup.
D. Umat Allah yang Berubah
Umat Allah juga selalu berubah. Tuhan tidak ingin umat-Nya tetap hidup sama
seperti dahulu. Karena zaman terus berubah, keadaan selalu berubah, maka
gereja dan umat Allah pun harus ikut berubah pula agar mampu menghadapi dan
bertahan dalam perubahan-perubahan tersebut. Perubahan ini juga dikerjakan
oleh Allah sendiri.
Dalam Kitab Yesaya TUHAN Allah berkata demikian:
19 Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah
tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di
padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara. 20 Binatang hutan akan
memuliakan Aku, serigala dan burung unta, sebab Aku telah membuat air
memancar di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara, untuk
memberi minum umat pilihan-Ku (Yes. 43:19-20).
Kata-kata ini disampaikan Tuhan Allah kepada bangsa Israel yang hidup di
pembuangan di Babel. Mereka hidup merana dan menderita karena tinggal di
negeri asing. Apa yang tampak di hadapan mereka seolah-olah padang gurun dan
belantara saja. Tidak ada kehidupan! Namun Israel tidak akan lebih lama lagi
menderita. Tuhan akan membebaskan mereka. Tuhan akan menciptakan pembaruan.
Dan Israel yang dibebaskan akan menjadi Israel yang baru, umat Allah yang
taat.
1. 1. Pembaruan Umat Allah
Pembaruan selalu menjadi tema penting dalam pesan-pesan Tuhan Allah kepada
umat Israel (Yosua 24:15-20) dikisahkan bahwa Yosua mengumpulkan bangsa
Israel di Sikhem. Yosua sudah lanjut usia dan ia tahu bahwa sebentar lagi ia
harus meninggalkan bangsa itu. Yosua khawatir karena bangsa Israel adalah
bangsa yang keras kepala dan mudah sekali berpaling dari Tuhan. Karena itu
Yosua mengisahkan kembali perjalanan bangsa itu sejak pertama kali Tuhan
memanggil Abraham dan merencanakan pembentukan bangsa Israel. Pada akhir
pidatonya yang panjang, Yosua meminta bangsa Israel untuk memilih. Mendengar
kata-kata Yosua, seluruh bangsa Israel menjawab, “Tidak, hanya kepada Tuhan
saja kami akan beribadah.” Apa yang dilakukan oleh Yosua di sini adalah
mengajak Israel untuk melakukan pembaruan perjanjian mereka bersama Tuhan.
Pembaruan perjanjian dan ikatan dengan Allah juga kita lakukan di dalam
kehidupan kita sebagai umat Kristen.
2. 2. Gereja sebagai Umat Allah yang Baru
Pada hari Pentakosta di Yerusalem, para murid mendapatkan pencurahan Roh
Kudus. Dengan pencurahan ini mereka menjadi umat Allah yang baru. Inilah
gereja, yang terbentuk sebagai penggenapan nubuat Allah dalam Kitab Yoel:
“Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi (Yl. 2:17-19).
Pengalaman istimewa ini tidak lagi terbatas kepada nabi-nabi dan para pelihat. Kini semua orang dapat mendapatkannya. Roh Allah dicurahkan kepada anak-anak, laki-laki maupun perempuan, teruna-teruna, orang-orang tua, bahkan juga para hamba laki-laki dan perempuan. Sungguh suatu peristiwa yang luar biasa, ketika Roh Allah turun dan tinggal di dalam hati setiap orang, tanpa memandang kelas dan batas usia, tanpa membedakan laki-laki dan perempuan.
3. 3. Gereja yang Diperbarui
Gereja sebagai umat Allah juga terus-menerus mengalami pembaruan. Pada 31
Oktober 1517,
Martin Luther memakukan 95 dalilnya di pintu gereja di Wittenberg, Jerman. Dalam ke-95 dalilnya itu Luther menuliskan hal-hal yang
dianggapnya telah menyimpang yang terjadi di dalam gereja, antara lain
penyalahgunaan kekuasaan kepausan, nepotisme, penjualan jabatan,
penjualan surat-surat pengampunan dosa, dan lain-lain. Luther menentang kata-kata Johann Tetzel, seorang imam Dominikan, yang
mengatakan bahwa ”
Begitu uang jatuh berdenting di kotak persembahan, pada saat yang sama
pula jiwa di api penyucian terbang ke surga.”
4.
Pembaruan melalui Gerakan Pentakostal
Gerakan pentakostal, yang melahirkan gereja-gereja Pentakosta dan
Karismatik, muncul di Amerika Serikat pada tahun 1901 ketika Agnes Ozman
menerima karunia berbahasa roh di Topeka, Kansas. Gerakan ini muncul dari
kelompok Methodis ketika sejumlah orang merindukan kegairahan dan
kesederhaan dalam beribadah karena ibadah gereja pada waktu itu menjadi
sangat formal dan kaku.
Gerakan pentakostal kini menjadi sebuah kekuatan pembaruan yang luar biasa
di dunia. Jumlah anggota mereka sangat banyak. Sebagian dari gereja-gereja
pentakostal ini bergabung ke dalam Dewan Gereja-gereja se-Dunia. DGD
mengakui gerakan pentakostal sebagai gerakan gereja yang keempat setelah
Gereja Ortodoks Timur, Gereja Katolik Roma, dan Gereja-gereja Protestan.
5. 5. Gereja yang Terus Memperbarui Diri
Ada sebuah semboyan yang terkenal di kalangan gereja-gereja Reformasi yang
berbunyi, Ecclesia reformata, ecclesia semper reformanda, atau yang
biasa disingkat menjadi Semper reformanda saja. Artinya, ”Gereja yang diperbarui adalah gereja yang terus-menerus memperbarui
dirinya.”
Berubah adalah hukum alam. Bila gereja tidak berubah, maka gereja itu akan
mati digilas zaman, seperti halnya dinosaurus yang tidak dapat mengubah
dirinya menjadi lebih kecil ketika bumi sudah menjadi semakin penuh oleh
berbagai makhluk hidup dan sumber makanannya pun semakin habis.
Perubahan seperti apakah yang harus dilakukan oleh gereja? Sebagian orang
Kristen yakin bahwa mereka harus meniru gereja perdana karena itulah gereja
yang ”paling murni”. Mereka meniru cara berpakaian, aturan-aturan gereja, tata ibadah dan
gaya hidup yang mereka yakini dijalankan oleh orang-orang Kristen perdana.
Inilah gereja-gereja yang menyebut dirinya ”restorasionis”,
artinya gerakan untuk memulihkan gereja kembali kepada keadaannya di
abad pertama.
Pada kenyataannya gereja perdana pun berbeda-beda. Jemaat di Korintus tidak
sama dengan jemaat di Efesus, Kolose, Roma, Galatia, dan lain-lain.
Masalah-masalah mereka tidak sama, sehingga cara mereka menghadapi dan
menjawab persoalan mereka pun tidak sama.
Yang harus dilakukan oleh gereja bukanlah sekadar kembali ke abad
pertama, melainkan menatap ke depan dan menghadapi masalah-masalah yang
menantang kita dengan sungguh-sungguh, sambil memohon berkat dan
pimpinan Tuhan.
Sambil mengutip kata-kata Presiden Kennedy, ”Dan mereka yang hanya memandang ke belakang atau ke masa kini pasti akan kehilangan masa depan,” kita diperingatkan untuk tidak memandang ke belakang saja atau masa kini saja, melainkan menatap ke masa depan yang penuh dengan tantangan. Tantangan perubahan yang harus dihadapi gereja pada masa kini adalah bagaimana mengajarkan manusia untuk hidup lebih sederhana sehingga beban terhadap bumi dapat dikurangi.
Lihat juga Video Youtubenya:
Gereja sebagai umat Allah yang baru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar