Materi Pelajaran Pendidikan Agama Kristen kelas 9 SMP
Bab VIII: Indahnya Lingkungan yang Majemuk

Bahan Alkitab: Yakobus 3:16, Roma 15:1-2
A. Pendahuluan
Berdoa
Doa dipimpin oleh seorang siswa

Ya Tuhan Yang Maha Kasih
Kami bersyukur untuk karunia-Mu dalam kehidupan kami Kami memohon
hikmat-Mu dalam hati dan pikiran kami
Agar kami dipenuhi Roh Kudus, memahami kemajemukan kami Sehingga kami
mampu memahami maksud Tuhan dalam kehidupan ini Dalam nama Tuhan Yesus
penebus kami. Amin.
Bernyanyi
Nyanyikanlah lagu dalam Kidung Ceria 184:1-2
Bermacam-macam Anak
Bermacam-macam anak di s’luruh dunia.
Ada yang sawo matang, dan putih kulitnya.
Yang hitam atau kuning, rambutnya pun beda.
Tapi dalam hatinya sama semuanya.
Ada yang makan nasi atau makan ubi,
ada yang suka sagu atau suka roti,
berbagai macam sayur dan ikan lauknya,
tapi dalam hatinya sama semuanya.
Pengantar
Perbedaan dan kepelbagaian adalah bagian dari kehidupan kita, sejak dunia
dijadikan, dan akan terus berlanjut. Namun kemajemukan seringkali justru
dirasakan sebagai ancaman, benih perpecahan, bahkan menjadi alasan untuk
melakukan tindak kekerasan. Kita menjadi intoleran kepada orang atau
kelompok yang berbeda dengan diri dan kelompok kita. Hidup bersama dalam
kemajemukan ternyata seringkali tidak membawa kita untuk menjadi bijaksana
tetapi menjadi pesaing, bahkan musuh bagi sesama.


Hidup bersama dengan orang lain memang memiliki tantangan tersendiri bagi
setiap individu, karena pada dasarnya manusia berbeda satu dengan yang
lain. Tuhan Yesus memberikan teladan bagi anak-anak-Nya untuk dapat hidup
dalam lingkungan yang majemuk, mensyukuri dan mengembangkan kemajemukan
tersebut sebagai realitas warna-warni kehidupan yang indah.
B. Kemajemukan: Dilema yang Harus Dihadapi
Sebagai makhluk sosial kita tidak dapat menolak realitas kenyataan untuk
hidup bersama dengan orang lain. Perbedaan-perbedaan yang ada justru
menolong kita untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya karena kita
masing-masing pasti memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan.
Dalam konteks ini kita perlu memahami bagaimana kehidupan remaja dalam
lingkungan yang terdekat, yakni keluarga, sekolah, maupun gereja.
Selanjutnya kita akan melihat lingkungan remaja dalam konteks yang lebih
luas, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertama-tama dalam lingkungan yang terdekat, yakni keluarga, sekolah, dan
gereja. Lingkungan tersebut menunjukkan berbagai perbedaan yang berada
dalam satu kesatuan. Ayah, ibu, dan anak-anak memiliki sifat, perilaku,
pekerjaan, hobi, jenis kelamin yang berbeda. Di sekolah, siswa dan guru
mungkin datang dari berbagai latar belakang suku, budaya, agama yang
berbeda. Semuanya hidup bersama dalam dunia pendidikan. Di gereja, anggota
jemaat dengan status sosial, jenis pekerjaan, usia yang berbeda, berada
bersama dalam persekutuan sebagai umat Tuhan.
Selanjutnya dalam lingkungan yang lebih luas yakni konteks bangsa dan
negara. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai tingkat
kemajemukan yang sangat tinggi di dunia. Hal ini dapat dilihat
dari
lingkungan sosiokultural maupun aspek geografis yang sangat beragam
dan
luas. Negara Indonesia memiliki sekitar 17.000 pulau besar maupun kecil.


Populasi penduduknya juga sangat besar yaitu yang keempat terbesar di dunia.
Jumlahnya sekitar 240 juta jiwa, yang terdiri dari 300 suku, menggunakan
hampir 200 bahasa daerah.
Di samping itu bangsa Indonesia juga menganut agama maupun kepercayaan
yang berbeda-beda, yakni agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha, Khonghucu, dan berbagai macam aliran kepercayaan. Kemajemukan
ini, diakui atau tidak, dapat menyebabkan timbulnya bermacam
persoalan seperti yang saat ini dihdapi bangs akita. Berbagai konflik seringkali terjadi karena ada pihak-pihak yang mengeksploitasi
perbedaan-perbedaan antarsuku, agama, ras dan golongan (SARA). Belum
lagi berbagai perilaku kekerasan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk
selalu menghormati hak asasi orang lain.
Kemajemukan bangsa seringkali membuat kita berada dalam suatu dilema.
Kemajemukan seperti sebuah pisau yang bermata dua: dapat menguntungkan
tetapi juga dapat membahayakan. Mengapa demikian? Karena apabila kita
menyadari kekayaan serta kepelbagaian yang perlu dirawat dan diberdayakan
secara maksimal, kita akan menemukan warna dan dinamika positif, bahkan
membanggakan. Dalam hal ini misalnya agama, kelompok etnik, budaya merupakan
suatu kekayaan dan menjadi modal yang besar bagi pembangunan bangsa.
Namun sebaliknya, semua itu dapat merugikan apabila kepelbagaian tersebut
menjadi alat untuk mendiskriminasi, merendahkan dan usaha untuk
menghilangkan pihak lain. Pada gilirannya hal itu akan menimbulkan adanya
konflik horizontal. Misalnya timbulnya konflik horizontal yang terjadi
di Ambon, Poso, Sampit, Lampung, dan berbagai tempat lain di Indonesia.
Oleh karena itu, kita perlu memahami kemajemukan yang ada di sekitar
kita dan mengembangkan toleransi agar kemajemukan justru menjadi sesuatu
yang positif bagi bangsa kita.
Untuk tujuan itu, kita membutuhkan pendidikan yang menghormati realitas
kemajemukan dalam konteks Indonesia. Baik guru maupun siswa bahkan para
pengambil kebijakan di bidang pendidikan perlu memahami pentingnya
pendidikan dengan wawasan kemajemukan. Mereka diharapkan menjadi agen yang
dapat mengubah lingkungannya (keluarga, sekolah, lembaga agama dan
masyarakat), atau dengan kata lain sebagai transformator di lingkungannya.
Pada gilirannya nanti, mereka akan memberdayakan orang lain supaya memiliki
wawasan dan karakter yang demokratis, menghargai kemajemukan, toleran dan
manusiawi.
C. Kemajemukan sebagai Karunia Allah
Kata “majemuk” atau plural berarti lebih dari satu. Kedua kata tersebut
seringkali dipakai secara bergantian, dengan arti yang sama. Pluralisme
juga merupakan cara pandang dan pendekatan yang menghargai kepelbagaian
suatu masyarakat yang beraneka ragam. Kita mengakui kehadiran berbagai
kelompok etnik, ras, agama, dan sosial. Kita berusaha terbuka untuk
menerima, menghargai, mendorong partisipasi, dan pengembangan budaya
tradisional
serta kepentingan spesifik mereka dalam kehidupan bersama. Pluralism
tidak mungkin kita hindari karena itu ada di setiap aspek kehidupan
kita.
Perbedaan atau kemajemukan itu adalah karunia Allah. Dalam perspektif
teologis, Alkitab memberi kesaksian bahwa sejak penciptaan dunia dan
manusia, Tuhan sudah mempunyai rencana yang indah bagi ciptaan-Nya. Taman
Firdaus merupakan tempat tinggal manusia yang indah dan nyaman. Adam dan
Hawa diberi fasilitas untuk saling mengasihi, sekaligus bertanggung jawab
atas keutuhan ciptaan Tuhan. Dalam kitab Kejadian 1:26-28, diungkapkan
bahwa manusia diciptakan Tuhan segambar dan serupa dengan Allah sang
pencipta (imago Dei). Oleh karena itu, pada hakikatnya semua
manusia memiliki harkat dan martabat yang sama dan setara. Tidak ada yang
dapat mengklaim bahwa ia lebih berharga di hadapan Tuhan. Juga tidak


boleh memandang sesamanya sebagai ciptaan yang hina atau lebih rendah. Pada
hakikatnya semua manusia adalah mitra dan kawan sekerja Allah, apapun agama,
suku, dan golongannya.
Selanjutnya Alkitab mengungkapkan bahwa Kain membunuh Habel. Lewat kisah
ini Alkitab menjelaskan bahwa manusia telah gagal mewujudkan kehendak
Allah untuk saling mengasihi dan memperlakukan sesamanya secara manusiawi.
Secara khusus umat Tuhan diberikan dasar hukum yang menjadi standar moral
untuk mengatur kehidupan yang harmonis baik hubungan vertikal dengan
Tuhan, maupun hubungan horisontal dengan sesamanya. Hal ini tercantum di
dalam “sepuluh hukum Tuhan” atau “Dasa Titah” (Kel. 20:1-17). Keluaran
20:1-11 menjadi petunjuk bagi kita tentang bagaimana seharusnya kita
menghormati dan memelihara hubungan dengan Tuhan. Selanjutnya ayat 12-17
memberikan petunjuk bagaimana kita dapat saling menghormati dalam
komunitas yang kecil (orang tua kita), dan juga dalam lingkup yang lebih
besar dengan lingkungan sosial yang beragam dan latar belakang yang
berbeda-beda.
Dalam konteks kemajemukan tentu saja semua petunjuk dan nasihat tersebut
tidak hanya diperuntukkan bagi umat Tuhan atau secara eksklusif/ khusus
umat Israel, namun dimensi kemajemukan tersebut seharusnya juga menjadi
pedoman bagi kita, khususnya dalam relasi dengan sesama yang berbeda latar
belakang (suku, agama, golongan) dalam konteks kemajemukan di Indonesia.
Dalam perjanjian Baru, firman Tuhan yang terkenal adalah “Ucapan
Berbahagia” Tuhan Yesus yang diungkapkan dalam Khotbah di Bukit. Dalam Injil Matius
Yesus mengatakan, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka
akan disebut anak-anak Allah”. Firman tersebut menegaskan bahwa kita
semua, siapa pun juga, apapun juga agamanya dan latar belakang suku
bangsanya, dipanggil untuk menghadirkan damai di dunia,
Tuhan Yesus juga mengajarkan bahwa dalam iman serta ketaatan kepada Sang
Juruselamat, kita dipanggil untuk mengasihi sesama kita. Hal itu diungkapkan
Tuhan Yesus ketika Ia memberikan perumpamaan tentang orang Samaria yang baik
hati (Luk. 10:25-37). Bagian ini menjelaskan kepada murid-murid Kristus dan
kita semua, bahwa kehidupan yang kudus dan beriman kepada Tuhan, ternyata
tidak ditentukan seberapa jauh kita memahami hukum Tuhan (taurat Tuhan),
melainkan sejauh mana kita bersedia menyatakannya kepada sesama manusia, apa
pun agama, status sosial, maupun suku/rasnya. Kita terpanggil untuk memiliki
dan mengembangkan kepekaan untuk menaruh belas kasihan dan bersedia membela
sesama kita.


Selanjutnya Tuhan Yesus memberikan perintah baru, yang tercatat di dalam
Yohanes 13:34-35, yakni supaya kita saling mengasihi. Dengan demikian orang
lain akan tahu bahwa kita adalah murid-murid Kristus. Saling mengasihi
merupakan tindakan dan cara hidup untuk mewujudkan kemuliaan Tuhan kepada
siapapun, apapun kelompok maupun golongannya. Kasih yang merupakan ciri khas
bagi pengikut Kristus pada dasarnya adalah kasih yang memberi diri dan mau
berkorban demi kebaikan orang lain.
Kehidupan pengikut atau murid Kristus ditandai oleh kemauan untuk
mengikuti cara hidup Kristus yang peduli dan bersedia berkorban demi
kebahagiaan tertinggi manusia. Inilah yang juga diungkapkan oleh Rasul
Paulus dalam pemahamannya mengenai “manusia baru” (Kol. 3:9-14). Manusia
baru, yaitu manusia yang telah ditebus oleh Kristus, menurut Rasul Paulus
adalah manusia yang cara hidupnya tidak membeda-bedakan latar belakang,
status sosial, suku maupun budayanya. Itulah yang dinyatakannya dalam
Kolose 3:11
Pada hakikatnya kemajemukan dapat kita temukan sejak awal kejadian alam
dan segala isinya. Ketika Allah menciptakan langit dan bumi, bumi belum
berbentuk dan kosong, gelap gulita menutupi samudera raya. Allah kemudian
memisahkan terang dari gelap dan menamai sebagai siang dan malam. Ini
adalah perbedaan pertama yang nyata dalam proses


penciptaan. Allah juga memisahkan air yang berada di atas dan yang berada di
bawah, darat dan lautan dipisahkan dalam wilayahnya masing-masing, berbagai
benda penerang dengan peranannya masing-masing, serta manusia.
Apa yang akan terjadi jika di bumi ini hanya ada daratan atau lautan saja,
matahari atau bulan saja di bumi, hanya ada satu jenis pohon dan binatang
saja, maupun hanya ada laki-laki saja atau perempuan saja? Makhluk hidup
pasti akan punah karena tidak terjadi proses regenerasi.
Adam dan Hawa kemudian memiliki anak-anak yang memiliki pekerjaan yang
berbeda. Kain bekerja sebagai petani, sedangkan Habel sebagai gembala
kambing domba (Kej. 4:2). Hal ini menunjukkan berbagai kemajemukan yang
terus berkembang seiring dengan bertambahnya umat manusia. Manusia
kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia, sehingga kehidupan semakin
berkembang sesuai dengan lingkungan hidup masing-masing.
Sejak semula Allah melihat bahwa semua yang diciptakan-Nya adalah “baik”
dan “sungguh amat baik.” Kalimat ini dapat ditemukan dalam Kejadian 1:10b,
12b, 18b, 21b, 25b, 31. Kata “baik” dalam bahasa Ibrani juga berarti
kesejahteraan, keselamatan, kebaikan, manfaat, keuntungan, menyenangkan.
Artinya bahwa keberagaman ciptaan Allah akan mendatangkan kebaikan,
manfaat, keuntungan, kesejahteraan, keselamatan. Hal ini patut disyukuri
karena maksud Allah menciptakan berbagai perbedaan adalah untuk kebaikan
umat manusia.


D. Kemajemukan di Indonesia : Perlu Dikelola
Masyarakat kita terdiri dari berbagai kelompok dan komunitas. Bukan
hanya komunitas suku, budaya, golongan, namun juga komunitas agama yang
dapat kita pahami sebagai anugerah Tuhan. Tanpa kepelbagaian, hidup kita
tampak tanpa warna-warni dan akan menjadi kehidupan yang membosankan.
Oleh karena itu kemajemukan seharusnya dikelola oleh semua pihak
agar
menjadi sumber kekuatan dan keindahan, bukan menjadi sumber konflik dan malapetaka.
Setiap kelompok atau komunitas biasanya memiliki kecenderungan untuk
menganggap bahwa diri dan kebutuhannya menjadi hal yang paling penting. Hal
ini akan menimbulkan eksklusivisme atau pengutamaan diri dan kelompok. Oleh
karena itu, dengan sadar kita perlu menghapuskan eksklusivisme ini yang
dapat membahayakan kerukunan hidup di tengah masyarakat.
Seringkali terjadi, kemajemukan agama digunakan sebagai sarana untuk
memisahkan dan membeda-bedakan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan
dampak timbulnya pertentangan dan pemisahan. Bahkan seringkali kita dapat
melihat agama dijadikan alat untuk melayani kepentingan sesaat dari
kelompok tertentu. Hal tersebut berpotensi melahirkan berbagai masalah
yang berujung kepada sikap intoleran dan bahkan kekerasan berbasis agama.
Ini adalah tindakan memanipulasi dan pelecehan terhadap agama yang
tujuannya justru menghadirkan kedamaian di dalam hidup umat manusia.
Kemajemukan mestinya menjadi peluang untuk maju dan berkembang bersama,
sehingga kehidupan bersama menjadi lebih indah dan bermartabat. Dalam hal
ini, agama tergolong sebagai hak asasi manusia. Hak asasi adalah hak yang
sudah dimiliki manusia sejak ia dilahirkan. Ini berarti, setiap orang
berhak untuk memiliki keyakinannya sendiri. Ini bukan pemberian negara
atau golongan manapun. Sebaliknya, sudah menjadi kewajiban bagi negara
harus untuk melindungi hak ini dengan menumbuhkan toleransi dan memelihara
kemajemukan agama. Ini pun merupakan kewajiban dan tanggung jawab setiap
orang dan setiap komunitas di negara ini. Bila ini terjadi, maka
kemajemukan akan dapat bertumbuh subur di Indonesia dan memperkaya
kehidupan kita.
E. Hidup Bersama dalam Kemajemukan
Kemajemukan sudah ada sejak dunia ada dan akan tetap ada untuk
selama-lamanya. Ini berarti setiap orang harus belajar untuk menyesuaikan
diri agar dapat berelasi dengan baik dan harmonis dengan sesama, bahkan
dengan orang-orang yang berbeda. Kita perlu memahami bahwa harmoni sejati
tidak dibangun di atas kesamaan, melainkan di atas perbedaan.
Hidup bersama dalam harmoni tentu bukan perkara yang mudah untuk
dilakukan. Ada banyak tantangan dan rintangan menuju kehidupan
bersama,
misalnya perselisihan, konflik, perpecahan bai kantar individu maupun
antar kelompok. Semua ini dapat memicu konflik dan perpecahan dan
pembentukan kubu. Seringkali yang mejadi dasar perselisihan, konflik perpecahan antara sesama manusia adalah kepentingan diri sendiri (Yak.
3:16). Manusia cenderung egois, hanya memikirkan dirinya sendiri
sehingga tidak peduli terhadap orang lain. Ini musuh besar dari hidup
bersama dalam kemajemukan. Untuk mengatasinya dan menciptakan kehidupan
yang harmonis, kita harus belajar untuk tidak mencari kepentingan diri
sendiri tetapi menganggap orang lain lebih utama daripada dirinya
sendiri (Flp. 2:3). Bagaimana kita dapat memahami bahwa perbedaan itu
ternyata indah? Banyak orang yang lebih menyukai keseragaman karena
mereka merasa keseragaman itu menciptakan keamanan. Kehadiran orang,
kelompok etnis, pemeluk agama, atau kelompok sosial lainnya sering
dianggap sebagai ancaman, karena mereka dianggap asing, dan karena itu
berbahaya. Akitabnya sulit bagi kita untuk membuka diri terhadap
perbedaan, terutama jika hal itu bertentangan dengan nilai yang kita
anut. Ini tidak berarti kita harus mengorbankan idealisme, sebaliknya
kita harus belajar menyikapi perbedaan dengan cara pandang yang positif.


Berikut ini adalah beberapa sikap yang tepat untuk menyikapi perbedaan:
A. Pandanglah perbedaan bukan sebagai sesuatu yang menakutkan
sehingga mengancam hubungan kita dengan sesama. Kita harus belajar untuk
memandang yang lain sebagai sesama saudara ciptaan Tuhan karena itu
mereka adalah hadiah yang indah di dalam hidup kita. Dalam Surat Roma,
Rasul Paulus mengatakan, “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan
orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.
Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi
kebaikannya untuk membangunnya” (Rm. 15:1-2).
B. Pandanglah orang lain yang berbeda bukan sebagai lawan atau musuh yang harus ditaklukkan, melainkan sebagai kawan, sahabat, rekan yang
harus dikasihi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Hidup ini
bukan mengenai kalah atau menang, bukan pula soal menaklukkan yang
berbeda agar menjadi sama dengan saya, tetapi mengenai sikap kasih yang
harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti yang diajarkan
Tuhan Yesus dalam Matius 22:39.
F. Mengembangkan Kemajemukan di Bumi Indonesia
Indonesia memiliki beribu pulau dengan
berbagai kekayaan di dalamnya. Kekayaan tersebut meliputi berbagai perbedaan dalam hasil alam,
letak
geografi, Bahasa, suku, ras, agama, makanan, jenis rambut, warna kulit
dan sebagainya. Masing-masing pulau di Indonesia memiliki keunikan
tersendiri yang membedakannya dari pulau yang lain.
Papua
memiliki burung cenderawasih dan kanguru. Maluku memiliki kekayaan
rempah-rempah, NTT memiliki ribuan jenis kain adat. Kalimantan memiliki
hutan hujan tropis yang kaya dengan potensi alam di dalamnya. Negara kita
sungguh sangat kaya alam maupun budayanya dari ujung barat ke timur, dan
ujung utara ke selatan. Berbagai keanekaragaman ini membuat Indonesia
dikenal dunia sebagai bangsa yang majemuk.
Indonesia mengakui enam agama, yakni
Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.
Masing-masing agama memiliki kitab suci, pemimpin umat, tempat ibadah,
pelaksanaan ibadah, serta perayaan hari besar agama yang berbeda-beda.
Selain keenam agama yang diakui negara ini, terdapat juga agama atau
kepercayaan lainnya, misalnya komunitas Yahudi, Kristen Ortodoks, agama
Baha’i, dan berbagai agama suku, misalnya Sunda Wiwitan di Jawa Barat,
Kaharingan di Kalimantan, Parmalim di Sumatera Utara, Marapu di Sumba, dan
ada berbagai kepercayaan lainnya di seluruh tanah air.
Di Indonesia agama memiliki peranan yang
sangat penting dan sentral dalam kehidupan bersama. Hal ini dikarenakan
agama memiliki ajaran-ajaran yang berisi nilai dan norma yang harus
dilakukan oleh pemeluk agama masing-masing. Pemeluk agama diberikan
ajaran, perintah dan larangan untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Meskipun masing-masing agama memiliki ajaran yang berbeda, namun
masing-masing agama haruslah menghargai satu


sama lain agar tercipta kehidupan bangsa Indonesia yang damai. Sebagai
satu bangsa, semua masyarakat dengan berbagai latar belakang yang ada
harus bekerja sama, bukan berkelahi karena kenyataan perbedaan.
Bagaimana peran gereja termasuk remaja dalam menyikapi perbedaan di
lingkungannya? Beberapa hal di bawah ini dapat menyadarkan tanggung
jawabnya di tengah lingkungan yang majemuk atau plural.
1.
Gereja maupun orang Kristen terpanggil untuk ikut serta dalam
pembangunan bangsa, ikut menciptakan kehidupan bersama yang harmonis.
Karena itu, warga gereja tidak boleh mudah dipengaruhi oleh ajaran yang
menyesatkan, fanatisme buta, radikalisme, terorisme maupun pengaruh dari
orang dan kelompok yang tidak bertanggung jawab.
2.
Kita semua diharapkan dapat membawa diri sebagai motivator dan
fasilitator untuk membangun masyarakat yang mengembangkan kemajemukan
dan menghargai sikap toleransi terhadap agama lain.
3.
Kita perlu mengelola pertumbuhan dan perkembangan diri maupun
kelompoknya ke arah sikap yang semakin terbuka dan pada saat yang sama
tidak meninggalkan identitas kristiani yang dimiliki.
4.
Kita semua perlu mengembangkan pemahaman bahwa setiap agama memiliki
dua aspek penting, yaitu aspek partikular dan universal. Aspek atau
nilai partikular adalah nilai yang hanya diterapkan bagi penganut agama
tersebut (misalnya: doktrin dan liturgi). Sementara itu, aspek
universal, adalah aspek yang juga berlaku bagi agama lain, misalnya
nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kejujuran, kasih, kesetaraan,
perdamaian, dan lain sebagainya.
Andaikata semakin banyak orang menyadari dan menghargai bahwa perbedaan
merupakan kekayaan yang dapat membentuk sebuah simfoni kehidupan yang
indah, maka semua makhluk hidup dapat merasakan kondisi yang penuh
kedamaian, sukacita yang mendalam, keadilan sosial, cinta kasih,
persaudaraan serta kekeluargaan yang hangat di antara semua umat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar