Jumat, 18 Februari 2022

Indahnya Lingkungan yang Majemuk, Materi Pelajaran Pendidikan Agama Kristen kelas 9 SMP

Materi Pelajaran Pendidikan Agama Kristen kelas 9 SMP

Bab VIII: Indahnya Lingkungan yang Majemuk

Bahan Alkitab: Yakobus 3:16, Roma 15:1-2

 

A.  Pendahuluan 

Berdoa

Doa dipimpin oleh seorang siswa
 
Ya Tuhan Yang Maha Kasih
Kami bersyukur untuk karunia-Mu dalam kehidupan kami Kami memohon hikmat-Mu dalam hati dan pikiran kami
Agar kami dipenuhi Roh Kudus, memahami kemajemukan kami Sehingga kami mampu memahami maksud Tuhan dalam kehidupan ini Dalam nama Tuhan Yesus penebus kami. Amin.
 
Bernyanyi
 
Nyanyikanlah lagu dalam Kidung Ceria 184:1-2
 
Bermacam-macam Anak
Bermacam-macam anak di s’luruh dunia.
Ada yang sawo matang, dan putih kulitnya. 
Yang hitam atau kuning, rambutnya pun beda. 
Tapi dalam hatinya sama semuanya. 
Ada yang makan nasi atau makan ubi,
ada yang suka sagu atau suka roti,
berbagai macam sayur dan ikan lauknya,
tapi dalam hatinya sama semuanya.
 
Pengantar
 
Perbedaan dan kepelbagaian adalah bagian dari kehidupan kita, sejak dunia dijadikan, dan akan terus berlanjut. Namun kemajemukan seringkali justru dirasakan sebagai ancaman, benih perpecahan, bahkan menjadi alasan untuk melakukan tindak kekerasan. Kita menjadi intoleran kepada orang atau kelompok yang berbeda dengan diri dan kelompok kita. Hidup bersama dalam kemajemukan ternyata seringkali tidak membawa kita untuk menjadi bijaksana tetapi menjadi pesaing, bahkan musuh bagi sesama.
Hidup bersama dengan orang lain memang memiliki tantangan tersendiri bagi setiap individu, karena pada dasarnya manusia berbeda satu dengan yang lain. Tuhan Yesus memberikan teladan bagi anak-anak-Nya untuk dapat hidup dalam lingkungan yang majemuk, mensyukuri dan mengembangkan kemajemukan tersebut sebagai realitas warna-warni kehidupan yang indah.
 

B. Kemajemukan: Dilema yang Harus Dihadapi

 
Sebagai makhluk sosial kita tidak dapat menolak realitas kenyataan untuk hidup bersama dengan orang lain. Perbedaan-perbedaan yang ada justru menolong kita untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya karena kita masing-masing pasti memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan.
 
Dalam konteks ini kita perlu memahami bagaimana kehidupan remaja dalam lingkungan yang terdekat, yakni keluarga, sekolah, maupun gereja. Selanjutnya kita akan melihat lingkungan remaja dalam konteks yang lebih luas, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
 
Pertama-tama dalam lingkungan yang terdekat, yakni keluarga, sekolah, dan gereja. Lingkungan tersebut menunjukkan berbagai perbedaan yang berada dalam satu kesatuan. Ayah, ibu, dan anak-anak memiliki sifat, perilaku, pekerjaan, hobi, jenis kelamin yang berbeda. Di sekolah, siswa dan guru mungkin datang dari berbagai latar belakang suku, budaya, agama yang berbeda. Semuanya hidup bersama dalam dunia pendidikan. Di gereja, anggota jemaat dengan status sosial, jenis pekerjaan, usia yang berbeda, berada bersama dalam persekutuan sebagai umat Tuhan.
 
Selanjutnya dalam lingkungan yang lebih luas yakni konteks bangsa dan negara. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai tingkat kemajemukan yang sangat tinggi di dunia. Hal ini dapat dilihat dari lingkungan sosiokultural maupun aspek geografis yang sangat beragam dan
luas. Negara Indonesia memiliki sekitar 17.000 pulau besar maupun kecil.
 
Populasi penduduknya juga sangat besar yaitu yang keempat terbesar di dunia. Jumlahnya sekitar 240 juta jiwa, yang terdiri dari 300 suku, menggunakan hampir 200 bahasa daerah.
 
Di samping itu bangsa Indonesia juga menganut agama maupun kepercayaan yang berbeda-beda, yakni agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu, dan berbagai macam aliran kepercayaan. Kemajemukan ini, diakui atau tidak, dapat menyebabkan timbulnya bermacam persoalan seperti yang saat ini dihdapi bangs akita. Berbagai konflik seringkali terjadi karena ada pihak-pihak yang mengeksploitasi perbedaan-perbedaan antarsuku, agama, ras dan golongan (SARA). Belum lagi berbagai perilaku kekerasan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghormati hak asasi orang lain.
 
Kemajemukan bangsa seringkali membuat kita berada dalam suatu dilema. Kemajemukan seperti sebuah pisau yang bermata dua: dapat menguntungkan tetapi juga dapat membahayakan. Mengapa demikian? Karena apabila kita menyadari kekayaan serta kepelbagaian yang perlu dirawat dan diberdayakan secara maksimal, kita akan menemukan warna dan dinamika positif, bahkan membanggakan. Dalam hal ini misalnya agama, kelompok etnik, budaya merupakan suatu kekayaan dan menjadi modal yang besar bagi pembangunan bangsa.
 
Namun sebaliknya, semua itu dapat merugikan apabila kepelbagaian tersebut menjadi alat untuk mendiskriminasi, merendahkan dan usaha untuk menghilangkan pihak lain. Pada gilirannya hal itu akan menimbulkan adanya
 
konflik horizontal. Misalnya timbulnya konflik horizontal yang terjadi di Ambon, Poso, Sampit, Lampung, dan berbagai tempat lain di Indonesia. Oleh karena itu, kita perlu memahami kemajemukan yang ada di sekitar kita dan mengembangkan toleransi agar kemajemukan justru menjadi sesuatu yang positif bagi bangsa kita.
 
Untuk tujuan itu, kita membutuhkan pendidikan yang menghormati realitas kemajemukan dalam konteks Indonesia. Baik guru maupun siswa bahkan para pengambil kebijakan di bidang pendidikan perlu memahami pentingnya pendidikan dengan wawasan kemajemukan. Mereka diharapkan menjadi agen yang dapat mengubah lingkungannya (keluarga, sekolah, lembaga agama dan masyarakat), atau dengan kata lain sebagai transformator di lingkungannya. Pada gilirannya nanti, mereka akan memberdayakan orang lain supaya memiliki wawasan dan karakter yang demokratis, menghargai kemajemukan, toleran dan manusiawi.
 
 

C. Kemajemukan sebagai Karunia Allah

 
Kata “majemuk” atau plural berarti lebih dari satu. Kedua kata tersebut seringkali dipakai secara bergantian, dengan arti yang sama. Pluralisme juga merupakan cara pandang dan pendekatan yang menghargai kepelbagaian suatu masyarakat yang beraneka ragam. Kita mengakui kehadiran berbagai kelompok etnik, ras, agama, dan sosial. Kita berusaha terbuka untuk menerima, menghargai, mendorong partisipasi, dan pengembangan budaya tradisional serta kepentingan spesifik mereka dalam kehidupan bersama. Pluralism tidak mungkin kita hindari karena itu ada di setiap aspek kehidupan kita.
 
 
Perbedaan atau kemajemukan itu adalah karunia Allah. Dalam perspektif teologis, Alkitab memberi kesaksian bahwa sejak penciptaan dunia dan manusia, Tuhan sudah mempunyai rencana yang indah bagi ciptaan-Nya. Taman Firdaus merupakan tempat tinggal manusia yang indah dan nyaman. Adam dan Hawa diberi fasilitas untuk saling mengasihi, sekaligus bertanggung jawab atas keutuhan ciptaan Tuhan. Dalam kitab Kejadian 1:26-28, diungkapkan bahwa manusia diciptakan Tuhan segambar dan serupa dengan Allah sang pencipta (imago Dei). Oleh karena itu, pada hakikatnya semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama dan setara. Tidak ada yang dapat mengklaim bahwa ia lebih berharga di hadapan Tuhan. Juga tidak
boleh memandang sesamanya sebagai ciptaan yang hina atau lebih rendah. Pada hakikatnya semua manusia adalah mitra dan kawan sekerja Allah, apapun agama, suku, dan golongannya.
 
Selanjutnya Alkitab mengungkapkan bahwa Kain membunuh Habel. Lewat kisah ini Alkitab menjelaskan bahwa manusia telah gagal mewujudkan kehendak Allah untuk saling mengasihi dan memperlakukan sesamanya secara manusiawi.
 
Secara khusus umat Tuhan diberikan dasar hukum yang menjadi standar moral untuk mengatur kehidupan yang harmonis baik hubungan vertikal dengan Tuhan, maupun hubungan horisontal dengan sesamanya. Hal ini tercantum di dalam “sepuluh hukum Tuhan” atau “Dasa Titah” (Kel. 20:1-17). Keluaran 20:1-11 menjadi petunjuk bagi kita tentang bagaimana seharusnya kita menghormati dan memelihara hubungan dengan Tuhan. Selanjutnya ayat 12-17 memberikan petunjuk bagaimana kita dapat saling menghormati dalam komunitas yang kecil (orang tua kita), dan juga dalam lingkup yang lebih besar dengan lingkungan sosial yang beragam dan latar belakang yang berbeda-beda.
 
Dalam konteks kemajemukan tentu saja semua petunjuk dan nasihat tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi umat Tuhan atau secara eksklusif/ khusus umat Israel, namun dimensi kemajemukan tersebut seharusnya juga menjadi pedoman bagi kita, khususnya dalam relasi dengan sesama yang berbeda latar belakang (suku, agama, golongan) dalam konteks kemajemukan di Indonesia.
 
       Dalam perjanjian Baru, firman Tuhan yang terkenal adalah “Ucapan Berbahagia” Tuhan Yesus yang diungkapkan dalam Khotbah di Bukit. Dalam Injil Matius Yesus mengatakan, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”. Firman tersebut menegaskan bahwa kita semua, siapa pun juga, apapun juga agamanya dan latar belakang suku bangsanya, dipanggil untuk menghadirkan damai di dunia,
 
Tuhan Yesus juga mengajarkan bahwa dalam iman serta ketaatan kepada Sang Juruselamat, kita dipanggil untuk mengasihi sesama kita. Hal itu diungkapkan Tuhan Yesus ketika Ia memberikan perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati (Luk. 10:25-37). Bagian ini menjelaskan kepada murid-murid Kristus dan kita semua, bahwa kehidupan yang kudus dan beriman kepada Tuhan, ternyata tidak ditentukan seberapa jauh kita memahami hukum Tuhan (taurat Tuhan), melainkan sejauh mana kita bersedia menyatakannya kepada sesama manusia, apa pun agama, status sosial, maupun suku/rasnya. Kita terpanggil untuk memiliki dan mengembangkan kepekaan untuk menaruh belas kasihan dan bersedia membela sesama kita.
 
Selanjutnya Tuhan Yesus memberikan perintah baru, yang tercatat di dalam Yohanes 13:34-35, yakni supaya kita saling mengasihi. Dengan demikian orang lain akan tahu bahwa kita adalah murid-murid Kristus. Saling mengasihi merupakan tindakan dan cara hidup untuk mewujudkan kemuliaan Tuhan kepada siapapun, apapun kelompok maupun golongannya. Kasih yang merupakan ciri khas bagi pengikut Kristus pada dasarnya adalah kasih yang memberi diri dan mau berkorban demi kebaikan orang lain.
 
Kehidupan pengikut atau murid Kristus ditandai oleh kemauan untuk mengikuti cara hidup Kristus yang peduli dan bersedia berkorban demi kebahagiaan tertinggi manusia. Inilah yang juga diungkapkan oleh Rasul Paulus dalam pemahamannya mengenai “manusia baru” (Kol. 3:9-14). Manusia baru, yaitu manusia yang telah ditebus oleh Kristus, menurut Rasul Paulus adalah manusia yang cara hidupnya tidak membeda-bedakan latar belakang, status sosial, suku maupun budayanya. Itulah yang dinyatakannya dalam Kolose 3:11
 
Pada hakikatnya kemajemukan dapat kita temukan sejak awal kejadian alam dan segala isinya. Ketika Allah menciptakan langit dan bumi, bumi belum berbentuk dan kosong, gelap gulita menutupi samudera raya. Allah kemudian memisahkan terang dari gelap dan menamai sebagai siang dan malam. Ini adalah perbedaan pertama yang nyata dalam proses
penciptaan. Allah juga memisahkan air yang berada di atas dan yang berada di bawah, darat dan lautan dipisahkan dalam wilayahnya masing-masing, berbagai benda penerang dengan peranannya masing-masing, serta manusia.
 
Apa yang akan terjadi jika di bumi ini hanya ada daratan atau lautan saja, matahari atau bulan saja di bumi, hanya ada satu jenis pohon dan binatang saja, maupun hanya ada laki-laki saja atau perempuan saja? Makhluk hidup pasti akan punah karena tidak terjadi proses regenerasi.
 
Adam dan Hawa kemudian memiliki anak-anak yang memiliki pekerjaan yang berbeda. Kain bekerja sebagai petani, sedangkan Habel sebagai gembala kambing domba (Kej. 4:2). Hal ini menunjukkan berbagai kemajemukan yang terus berkembang seiring dengan bertambahnya umat manusia. Manusia kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia, sehingga kehidupan semakin berkembang sesuai dengan lingkungan hidup masing-masing.
 
Sejak semula Allah melihat bahwa semua yang diciptakan-Nya adalah “baik” dan “sungguh amat baik.” Kalimat ini dapat ditemukan dalam Kejadian 1:10b, 12b, 18b, 21b, 25b, 31. Kata “baik” dalam bahasa Ibrani juga berarti kesejahteraan, keselamatan, kebaikan, manfaat, keuntungan, menyenangkan. Artinya bahwa keberagaman ciptaan Allah akan mendatangkan kebaikan, manfaat, keuntungan, kesejahteraan, keselamatan. Hal ini patut disyukuri karena maksud Allah menciptakan berbagai perbedaan adalah untuk kebaikan umat manusia.
 
 

D. Kemajemukan di Indonesia : Perlu Dikelola

 
Masyarakat kita terdiri dari berbagai kelompok dan komunitas. Bukan hanya komunitas suku, budaya, golongan, namun juga komunitas agama yang dapat kita pahami sebagai anugerah Tuhan. Tanpa kepelbagaian, hidup kita tampak tanpa warna-warni dan akan menjadi kehidupan yang membosankan. Oleh karena itu kemajemukan seharusnya dikelola oleh semua pihak agar menjadi sumber kekuatan dan keindahan, bukan menjadi sumber konflik dan malapetaka.
 
Setiap kelompok atau komunitas biasanya memiliki kecenderungan untuk menganggap bahwa diri dan kebutuhannya menjadi hal yang paling penting. Hal ini akan menimbulkan eksklusivisme atau pengutamaan diri dan kelompok. Oleh karena itu, dengan sadar kita perlu menghapuskan eksklusivisme ini yang dapat membahayakan kerukunan hidup di tengah masyarakat.
 
Seringkali terjadi, kemajemukan agama digunakan sebagai sarana untuk memisahkan dan membeda-bedakan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan dampak timbulnya pertentangan dan pemisahan. Bahkan seringkali kita dapat melihat agama dijadikan alat untuk melayani kepentingan sesaat dari kelompok tertentu. Hal tersebut berpotensi melahirkan berbagai masalah yang berujung kepada sikap intoleran dan bahkan kekerasan berbasis agama. Ini adalah tindakan memanipulasi dan pelecehan terhadap agama yang tujuannya justru menghadirkan kedamaian di dalam hidup umat manusia.
 
Kemajemukan mestinya menjadi peluang untuk maju dan berkembang bersama, sehingga kehidupan bersama menjadi lebih indah dan bermartabat. Dalam hal ini, agama tergolong sebagai hak asasi manusia. Hak asasi adalah hak yang sudah dimiliki manusia sejak ia dilahirkan. Ini berarti, setiap orang berhak untuk memiliki keyakinannya sendiri. Ini bukan pemberian negara atau golongan manapun. Sebaliknya, sudah menjadi kewajiban bagi negara harus untuk melindungi hak ini dengan menumbuhkan toleransi dan memelihara kemajemukan agama. Ini pun merupakan kewajiban dan tanggung jawab setiap orang dan setiap komunitas di negara ini. Bila ini terjadi, maka kemajemukan akan dapat bertumbuh subur di Indonesia dan memperkaya kehidupan kita.
 
 
 

E. Hidup Bersama dalam Kemajemukan

 
Kemajemukan sudah ada sejak dunia ada dan akan tetap ada untuk selama-lamanya. Ini berarti setiap orang harus belajar untuk menyesuaikan diri agar dapat berelasi dengan baik dan harmonis dengan sesama, bahkan dengan orang-orang yang berbeda. Kita perlu memahami bahwa harmoni sejati tidak dibangun di atas kesamaan, melainkan di atas perbedaan.
 
Hidup bersama dalam harmoni tentu bukan perkara yang mudah untuk dilakukan. Ada banyak tantangan dan rintangan menuju kehidupan bersama, misalnya perselisihan, konflik, perpecahan bai kantar individu maupun antar kelompok. Semua ini dapat memicu konflik dan perpecahan dan pembentukan kubu. Seringkali yang mejadi dasar perselisihan, konflik perpecahan antara sesama manusia adalah kepentingan diri sendiri (Yak. 3:16). Manusia cenderung egois, hanya memikirkan dirinya sendiri sehingga tidak peduli terhadap orang lain. Ini musuh besar dari hidup bersama dalam kemajemukan. Untuk mengatasinya dan menciptakan kehidupan yang harmonis, kita harus belajar untuk tidak mencari kepentingan diri sendiri tetapi menganggap orang lain lebih utama daripada dirinya sendiri (Flp. 2:3). Bagaimana kita dapat memahami bahwa perbedaan itu ternyata indah? Banyak orang yang lebih menyukai keseragaman karena mereka merasa keseragaman itu menciptakan keamanan. Kehadiran orang, kelompok etnis, pemeluk agama, atau kelompok sosial lainnya sering dianggap sebagai ancaman, karena mereka dianggap asing, dan karena itu berbahaya. Akitabnya sulit bagi kita untuk membuka diri terhadap perbedaan, terutama jika hal itu bertentangan dengan nilai yang kita anut. Ini tidak berarti kita harus mengorbankan idealisme, sebaliknya kita harus belajar menyikapi perbedaan dengan cara pandang yang positif.
 
 
Berikut ini adalah beberapa sikap yang tepat untuk menyikapi perbedaan:
 
A. Pandanglah perbedaan bukan sebagai sesuatu yang menakutkan sehingga mengancam hubungan kita dengan sesama. Kita harus belajar untuk memandang yang lain sebagai sesama saudara ciptaan Tuhan karena itu mereka adalah hadiah yang indah di dalam hidup kita. Dalam Surat Roma, Rasul Paulus mengatakan, “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya” (Rm. 15:1-2).
 
B. Pandanglah orang lain yang berbeda bukan sebagai lawan atau musuh yang harus ditaklukkan, melainkan sebagai kawan, sahabat, rekan yang harus dikasihi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Hidup ini bukan mengenai kalah atau menang, bukan pula soal menaklukkan yang berbeda agar menjadi sama dengan saya, tetapi mengenai sikap kasih yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti yang diajarkan Tuhan Yesus dalam Matius 22:39.
 
 
 
 F. Mengembangkan Kemajemukan di Bumi Indonesia
 
    Indonesia memiliki beribu pulau dengan berbagai kekayaan di dalamnya. Kekayaan tersebut meliputi berbagai perbedaan dalam hasil alam, letak geografi, Bahasa, suku, ras, agama, makanan, jenis rambut, warna kulit dan  sebagainya. Masing-masing pulau di Indonesia memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dari pulau yang lain.
        Papua memiliki burung cenderawasih dan kanguru. Maluku memiliki kekayaan rempah-rempah, NTT memiliki ribuan jenis kain adat. Kalimantan memiliki hutan hujan tropis yang kaya dengan potensi alam di dalamnya. Negara kita sungguh sangat kaya alam maupun budayanya dari ujung barat ke timur, dan ujung utara ke selatan. Berbagai keanekaragaman ini membuat Indonesia dikenal dunia sebagai bangsa yang majemuk.
 
            Indonesia mengakui enam agama, yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Masing-masing agama memiliki kitab suci, pemimpin umat, tempat ibadah, pelaksanaan ibadah, serta perayaan hari besar agama yang berbeda-beda. Selain keenam agama yang diakui negara ini, terdapat juga agama atau kepercayaan lainnya, misalnya komunitas Yahudi, Kristen Ortodoks, agama Baha’i, dan berbagai agama suku, misalnya Sunda Wiwitan di Jawa Barat, Kaharingan di Kalimantan, Parmalim di Sumatera Utara, Marapu di Sumba, dan ada berbagai kepercayaan lainnya di seluruh tanah air.
 
            Di Indonesia agama memiliki peranan yang sangat penting dan sentral dalam kehidupan bersama. Hal ini dikarenakan agama memiliki ajaran-ajaran yang berisi nilai dan norma yang harus dilakukan oleh pemeluk agama masing-masing. Pemeluk agama diberikan ajaran, perintah dan larangan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Meskipun masing-masing agama memiliki ajaran yang berbeda, namun masing-masing agama haruslah menghargai satu
sama lain agar tercipta kehidupan bangsa Indonesia yang damai. Sebagai satu bangsa, semua masyarakat dengan berbagai latar belakang yang ada harus bekerja sama, bukan berkelahi karena kenyataan perbedaan.
 
Bagaimana peran gereja termasuk remaja dalam menyikapi perbedaan di lingkungannya? Beberapa hal di bawah ini dapat menyadarkan tanggung jawabnya di tengah lingkungan yang majemuk atau plural.
 
1.    Gereja maupun orang Kristen terpanggil untuk ikut serta dalam pembangunan bangsa, ikut menciptakan kehidupan bersama yang harmonis. Karena itu, warga gereja tidak boleh mudah dipengaruhi oleh ajaran yang menyesatkan, fanatisme buta, radikalisme, terorisme maupun pengaruh dari orang dan kelompok yang tidak bertanggung jawab.
 
2.    Kita semua diharapkan dapat membawa diri sebagai motivator dan fasilitator untuk membangun masyarakat yang mengembangkan kemajemukan dan menghargai sikap toleransi terhadap agama lain.
 
3.    Kita perlu mengelola pertumbuhan dan perkembangan diri maupun kelompoknya ke arah sikap yang semakin terbuka dan pada saat yang sama tidak meninggalkan identitas kristiani yang dimiliki.
 
4.    Kita semua perlu mengembangkan pemahaman bahwa setiap agama memiliki dua aspek penting, yaitu aspek partikular dan universal. Aspek atau nilai partikular adalah nilai yang hanya diterapkan bagi penganut agama tersebut (misalnya: doktrin dan liturgi). Sementara itu, aspek universal, adalah aspek yang juga berlaku bagi agama lain, misalnya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kejujuran, kasih, kesetaraan, perdamaian, dan lain sebagainya.
 
Andaikata semakin banyak orang menyadari dan menghargai bahwa perbedaan merupakan kekayaan yang dapat membentuk sebuah simfoni kehidupan yang indah, maka semua makhluk hidup dapat merasakan kondisi yang penuh kedamaian, sukacita yang mendalam, keadilan sosial, cinta kasih, persaudaraan serta kekeluargaan yang hangat di antara semua umat manusia.
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar