Berbagai perbedaan yang ada di
lingkungan sekitar manusia merupakan kekayaan yang harus disyukuri. Akan tetapi, perbedaan tersebut juga
dapat
menjadi masalah besar dalam kehidupan bersama, misalnya terjadi
konflik, perpecahan dalam satu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, sikap
toleransi adalah keniscayaan dalam kehidupan bersama, agar tercipta
lingkungan yang menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah, yaitu damai
sejahtera, kedamaian, keadilan, dan cinta kasih.
B. Toleransi dalam Kehidupan Bersama
Toleransi merupakan sikap penting yang harus dimiliki oleh setiap
manusia, karena dengan toleransi manusia dapat hidup bersaudara, rukun,
harmonis, dan melestarikan persatuan. Toleransi berasal dari kata Latin
tolerare yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Kata
toleransi juga berasal dari kata tolerantia yang berarti
hal menyabarkan, hal menanggung, hal membetahkan, kekuatan untuk
menanggung, ketetapan, kegigihan, ketabahan, sikap menerima sesuatu yang
tidak disukai.
Toleransi
diartikan sebagai sikap bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) yang
berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Dengan demikian,
pengertian toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilaku
manusia yang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang
lain lakukan, dan juga sikap yang mengandung kegigihan untuk
mempertahankan hidup atau keyakinannya.
Orang yang toleran berarti orang yang dapat menerima, menanggung, dan
menahan diri untuk bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain,
dan berhati lapang terhadap orang-orang beraliran lain. Sikap
toleransi tidak berarti membenarkan pandangan atau aliran yang
dibiarkan itu, namun tetap bersedia mengakui kebebasan serta hak-hak
asasi para penganutnya untuk berpandangan lain.
Toleransi juga merupakan istilah dalam konteks sosial, budaya, dan agama
yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi
terhadap kelompok-kelompok yang berbeda dan tidak dapat diterima oleh
mayoritas atau kelompok terbanyak dalam masyarakat. Contohnya adalah
toleransi beragama, yaitu masyarakat mayoritas dalam suatu masyarakat
mengizinkan keberadaan agama-agama lain. Tidak hanya mengizinkan, tapi
juga menghargai setiap kegiatan agama lain yang dilakukan.
Ada tiga macam toleransi dalam agama, yaitu:
1.
Toleransi negatif adalah sikap yang tidak menghargai dan menolak isi
ajaran dan pandangan agama dan keyakinan lain, serta tidak menerima
penganutnya tetapi membiarkan saja, karena menguntungkan (misalnya
dari segi keamanan dan ketenteraman) atau karena sikap acuh tak acuh
terhadap agama.
2.
Toleransi positif adalah sikap yang menolak isi ajaran dan
pandangan agama dan keyakinan lain, namun menerima atau menghargai
para penganutnya.
3.
Toleransi ekumenis adalah sikap yang menerima dan menghargai baik
isi ajaran agama dan keyakinan lain, pandangan dan para penganutnya,
karena pengakuan bahwa di dalamnya ada nilai-nilai kebenaran yang
dapat memperkaya dan memperdalam ajaran, pandangan, dan kepercayaan
sendiri.
Toleransi sejati bukan sikap acuh tak acuh, tetapi didasarkan pada
sikap hormat terhadap martabat setiap manusia, hati nurani serta
keyakinan dan keikhlasan sesama manusia apapun agama atau
pandangannya. Orang yang toleran dalam arti positif bersedia berdialog
dengan sikap terbuka untuk mencari pengertian dan kebenaran,
memperkaya pengalamannya sendiri dengan pengalaman orang lain tanpa
mengorbankan prinsip-prinsip yang diyakini.
Toleransi akan membuahkan sikap hidup berdampingan secara damai, adanya
kesejahteraan dalam hidup bersama, kehidupan yang utuh, jauh dari
perpecahan, persatuan dan kesatuan terwujud sehingga mendukung kemajuan
pembangunan dalam lingkungan masyarakat. Sebaliknya, jika tidak ada
toleransi dalam kehidupan bersama maka hubungan masyarakat akan menjadi
renggang atau bahkan terputus, karena adanya pihak-pihak yang ingin
menang sendiri.
Kegiatan 2 : Curah Pendapat
Beberapa pertanyaan untuk dipikirkan:
-
Apakah yang dimaksud dengan toleransi?
-
Apakah tanda atau ciri dari sikap toleransi?
-
Mengapa kita harus bertoleransi?
-
Apakah kamu pernah bertoleransi?
- Apa manfaat toleransi?
- Bagaimana kita dapat mewujudkan toleransi dalam kehidupan
bersama?


-
Dalam aspek-aspek apa sajakah kita perlu bertoleransi?
Diskusikan pertanyaan-pertanyaan ini dengan guru dan teman-temanmu!
C. Toleransi dalam Ajaran Kristen
Toleransi merupakan sebuah konsep yang
berulang kali dapat kita temukan di dalam Alkitab. Dalam Perjanjian
Lama, bangsa Israel diminta untuk mengasihi orang asing yang tinggal
bersama mereka (Ul. 10:18-19, Mzm.146:9, Im. 19:33-34). Istilah orang
asing dalam teks ini menunjuk kepada orang asing yang telah meninggalkan
bangsanya sendiri dan diam bersama Israel. Bagian Alkitab ini
menunjukkan dengan jelas bagaimana perlakuan umat Allah yang semestinya
terhadap kelompok yang berbeda dari mereka, yaitu dengan menyatakan
kasih persaudaraan kepada mereka. Selain itu, ajaran Alkitab tentang
imago Dei yaitu bahwa manusia segambar dan serupa dengan Allah (bdk.
Kej. 1:26-27) adalah landasan yang tepat untuk pemahaman toleransi.
Allah memang menghendaki semua umat manusia diperlakukan dengan
penghormatan yang sama karena mereka mempunyai martabat yang sama
sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar Allah.
Dalam kitab Perjanjian Baru, konsep
toleransi tampak dalam kisah murid-murid Tuhan Yesus yang menemukan
orang-orang tertentu yang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang serupa
dengan apa yang Tuhan Yesus lakukan. Dalam Markus 9:38-40 dikisahkan
bahwa Yohanes melaporkan kepada Yesus, “…kami lihat seorang yang bukan
pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu,
karena ia bukan pengikut kita.” Tetapi apa jawab Yesus? Ia malah
memerintahkan murid-murid-Nya untuk membiarkan orang itu. “Jangan kamu
cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi
nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak
melawan kita, ia ada di pihak kita.”
Sikap dan ajaran Tuhan Yesus mengenai
toleransi juga tampak ketika Tuhan Yesus berhadapan dengan sikap para
murid-Nya yang justru tidak memperlihatkan toleransi. Pada suatu kali
Tuhan Yesus sedang mengajar dan banyak orang yang datang kepada-Nya
sambil membawa anak-anak mereka yang masih kecil kepada Yesus (Luk.
18:15-16). Mereka ingin agar Tuhan menjamah anak-anak itu atau
memberkati mereka. Melihat hal ini murid-murid marah. Mereka merasa
kehadiran anak-anak itu mengganggu. Namun Yesus justru bersikap
sebaliknya. Ia memerintahkan murid-murid-Nya untuk membiarkan anak-anak
itu datang kepada-Nya. “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan
jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti
itulah yang empunya Kerajaan Allah.” (Luk. 18:16).
Tuhan Yesus sendiri mengungkapkan
perintah-Nya secara eksplisit kepada para murid dalam Matius 5:44, yaitu
agar mereka mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang menganiaya para
murid. Musuh yang dimaksudkan pada konteks ini dapat dipahami sebagai
orang yang tidak sepaham, sepandangan, sealiran, atau seagama dengan
kita. Tentu hal ini tidak mudah dilakukan, akan tetapi satu-satunya
alasan untuk mengasihi orang-orang tersebut ialah karena Allah juga
memelihara setiap orang dalam anugerah-Nya. Dalam pengajaran Tuhan Yesus
tentang kasih terdapat unsur pengakuan terhadap keterikatan umat manusia
secara keseluruhan sebagai anak-anak Bapa. Kasih memikirkan yang baik
bagi orang lain, bukan hanya mementingkan diri sendiri.
Pengajaran Tuhan Yesus mengenai kasih
mempunyai implikasi terhadap kesamaan derajat semua manusia, termasuk
hak dan penghormatan yang seharusnya dimiliki. Dengan demikian,
pemahaman orang Kristen tentang toleransi seharusnya tidak hanya
terbatas pada kesediaan untuk bersabar terhadap praktik iman dan
kepercayaan orang lain, tetapi juga memberikan penghormatan yang tulus
kepada mereka yang berbeda dari kita. Dengan bertoleransi kita
memberikan penghormatan terhadap hak seseorang untuk berpegang teguh
pada suatu pandangan, walaupun kita tidak harus menyetujui isi pandangan
itu.
Berkaitan dengan teladan Tuhan Yesus,
maka sebagai orang Kristen, termasuk remaja, kita memiliki dasar yang
kuat untuk toleran dengan semua orang. Sebagaimana Tuhan Yesus memandang
bahwa semua orang sederajat di hadapan Allah, demikianlah kita juga
harus memandang bahwa semua orang apapun latar belakangnya adalah
setara. Sikap Tuhan Yesus yang toleran membuka cakrawala berpikir kita
untuk menerima semua orang sebagai saudara. Kita tidak boleh menjadi
orang yang sombong dan merasa paling benar di antara masyakarat, entah
karena beragama Kristen, atau termasuk dalam kelompok mayoritas. Sikap
kasih yang diajarkan dan diperintahkan Tuhan Yesus menjadi dasar dan
fondasi untuk bersikap toleran, dengan tidak membeda-bedakan sesama, dan
tidak merendahkan orang yang berbeda dengan kita.
Kegiatan 3 : Mendalami Alkitab
Bentuklah kelompok yang terdiri dari 4-5 orang! Pilihlah salah satu
bagian Alkitab dan jawablah pertanyaan berikut!
Beberapa hal yang perlu dikembangkan oleh remaja untuk memiliki sikap
hidup toleran adalah sebagai berikut:
1.
Mengembangkan saling pengenalan secara mendalam. Dengan berjumpa dan
mengenal orang-orang yang berbeda dengan kita, akan muncul pemahaman
pada diri kita mengapa orang-orang dengan agama tertentu melakukan
praktik keagamaan tertentu. Misalnya, mengapa orang Islam melakukan
salat lima kali sehari? Mengapa mereka berpuasa pada bulan Ramadan?
Mengapa orang Hindu di Bali mempersembahkan sesajen setiap hari?
Memahami tidak berarti kita harus menyetujui apa yang orang lain
percayai dan lakukan. Namun dengan mengenal mereka, kita akan mampu
membangun pemahaman pada diri kita sendiri, dan pada gilirannya akan
mampu menghargai praktik-praktik yang berbeda itu. Kalau dimungkinkan
dicari titik temu, sebagai sikap peduli kepada sesama.
2.
Mengembangkan sikap saling menghargai. Hal ini terjadi karena
mengakui bahwa setiap agama mempunyai keistimewaan atau keunikan.
Dengan demikian sikap toleran juga merupakan suatu sikap yang
terus-menerus mau belajar dari orang lain, sehingga akan terjadi
proses memperkaya dan mengembangkan diri. Dengan demikian remaja
akan terhindar dari sikap mau menang sendiri, egois, sombong, dan
sikap merendahkan orang lain, bahkan juga menghindarkan diri dari
tindak kekerasan terhadap orang yang berbeda pemahaman dan
keyakinan.
3.
Mengembangkan rasa saling percaya dalam kemajemukan. Saling
pengenalan akan berkembang lebih jauh kepada kesadaran tentang
kesetaraan dan keadilan. Hal ini selanjutnya akan melahirkan rasa
saling percaya yang dapat menolong kita memperkuat kehidupan
komunitas. Sikap rasa saling percaya ini memungkinkan adanya kerja
sama dengan orang yang berbeda. Untuk itu diharapkan ada kejujuran,
ketulusan, tanggung jawab, agar dapat dipercaya oleh orang lain.
Rasa saling percaya akan mengikis prasangka, mudah curiga, pandangan
yang stereotipikal, dan sebaliknya akan menumbuhkan sikap rasional
dan toleransi.
Remaja masih dalam tahap transisi dari masa kanak-kanak menuju kepada
tahap kedewasaan. Oleh karena itu perlu diingat agar sikap toleransi
tidak membuat remaja mengalami kebimbangan, namun dengan memperkuat
pemahaman tentang ajaran kristiani dan mengembangkan kehidupan


spiritualitas dengan Tuhan, remaja akan memiliki identitas kristiani
yang kokoh dan tidak terombang ambing oleh angin pengajaran. Untuk itu
kita dapat terus-menerus mempelajari, menggali, dan menghidupi iman yang
dipercayainya. Dengan demikian akan ada keseimbangan antara memperkuat
citra diri kristiani dan sikap memahami, menghargai serta mempercayai
orang lain.
E. Perlunya Transformasi Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial yang utama adalah keluarga, sekolah, gereja, dan
masyarakat sebagai lingkungan terdekat. Oleh karena itu, perlu adanya
pembekalan dan pengembangan diri agar menjadi pribadi yang toleran dan
dapat mengembangkan lingkungan. Dengan demikian, belajar bukan hanya
sekadar menerima pengetahuan, namun juga ada kesempatan untuk
menerapkannya bagi pengembangan dan pembaharuan lingkungan atau
transformasi sosial.
Dengan sikap seperti itu diharapkan, dapat tercipta suatu lingkungan dan
suasana belajar yang baik, yang diharapkan oleh semua pihak. Dalam
suasana demikian akan berkembang suatu relasi antarsesama yang kondusif
untuk memberikan suatu kontribusi yang positif bagi kelompok-kelompok
keagamaan, bahkan juga kelompok-kelompok lain, misalnya kelompok etnik
dan berbagai lain dalam masyarakat.
Belajar untuk bertoleransi bukan hanya sekadar teori
namun juga perlu diterapkan di lingkungan sekitar kita. Hal itu
sesungguhnya merupakan transformasi sosial. Ini sangat penting, karena
pada hakikatnya setiap orang membutuhkan lingkungan yang damai dan
inklusif, sehingga setiap individu maupun kelompok dapat merasa aman dan nyaman hidup dalam perbedaan atau
kemajemukan. Setiap orang akan belajar memiliki kepekaan, toleransi, dan
berusaha memahami ide-ide orang lain. Setiap orang membutuhkan kemampuan
untuk melihat lingkungannya sebagai tempat kemajemukan, bahkan
termotivasi untuk memanfaatkan perbedaan bagi kepentingan semua orang
atau lingkungannya. Dalam keadaan seperti ini, interaksi dan pemahaman
terhadap orang lain menjadi suatu kebutuhan bersama.
Kalau kamu dapat membangun sikap toleran
di dalam dirimu, maka kamu berpotensi menjadi “agen perubahan sosial”
yang memiliki komitmen pada transformasi masyarakat untuk menghapuskan
jarak atau perbedaan yang ada. Bahkan lebih dari itu kamu dapat
membangun masyarakat yang majemuk. Beberapa komitmen tersebut dalam
perspektif Kristen disebut sebagai Kaidah Emas, yang berbunyi, “Segala
sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah
demikian juga kepada mereka” (Mat. 7:12).
Dalam kaidah seperti ini, semua bentuk
egoisme mestinya ditolak, karena egoisme hanya akan menghalangi
seseorang menjadi manusia yang bermartabat.
Beberapa komitmen untuk menuju kepada transformasi lingkungan, antara
lain:
a.
Komitmen pada budaya tanpa kekerasan dan menghargai kehidupan.
b.
Komitmen kepada budaya solidaritas dan relasi yang setara serta
adil.
c.
Komitmen kepada budaya menghormati hak-hak asasi manusia dan kerja
sama yang setara antarindividu.
d.
Komitmen kepada budaya toleransi dan hidup dalam kebenaran.
Transformasi kesadaran akan membawa kita kepada transformasi lingkungan.
Lingkungan kita tidak mungkin berubah apabila anggota-anggotanya menolak
untuk berubah. Transformasi anggota lingkungan, individu maupun
kelompok, sangat dibutuhkan agar perubahan yang positif dan menghadirkan
perdamaian di lingkungan kita.
G. Rangkuman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar